Memasuki tengah tahun 2020, pandemi Covid-19 masih menghantui Indonesia. Sudah tiga bulan berlalu sejak kasus pertama Covid-19 diumumkan di Indonesia, per tanggal 16 Juni 2020 jumlah kasus Indonesia sudah menyentuh angka 40.400 kasus.
Tak hanya berdampak pada kesehatan, pandemi ini juga berdampak pada keberlangsungan ekonomi. Pemicunya tak lain adalah perubahan gaya hidup yang harus dilakukan demi menekan penyebaran virus corona.
Dampak yang dirasakan ini mempengaruhi hampir seluruh sektor bisnis. Bahkan banyak perusahaan yang mengambil keputusan untuk mengurangi jumlah pegawai demi mempertahankan keberlangsungan usahanya. Hal ini terjadi pada perusahaan rintisan (startup) hingga perusahaan yang sudah berdiri lama.
Heru Sutadi, pengamat teknologi dan Executive Director Indonesia ICT Institute, mengatakan bahwa pengurangan pegawai merupakan opsi terakhir yang dapat dilakukan pada kondisi pandemi seperti sekarang ini.
“Langkah pengurangan karyawan tidak bisa terhindarkan. Di situasi seperti ini sulit mempertahankan karyawan,” tutur Heru.
Terdapat dua macam jenis pengurangan pegawai menurut Heru, yaitu rasionalisasi dan restrukturasi. Jika hendak melakukan efisiensi, maka perusahaan biasanya akan mengambil langkah restrukturasi, karena dapat diganti dengan teknologi atau pun pihak ketiga yang dapat menekan biaya.
“Misalnya di perusahaan telekomunikasi. Tadinya saya memiliki orang untuk berikan layanan call center. Dalam perjalanannya, biaya call center mahal. Saya jadi pakai pihak ketiga. Ini bentuk restrukturisasi perusahaan hadapi tantangan baru, dan ini umum terjadi,” jelasnya.
Untuk mencapai optimalisasi perusahaan, Heru menyarankan perusahaan untuk melakukan restrukturasi sebagai solusi menghadapi pandemi. Seperti misalnya mengurangi bagian atau divisi yang keberadaannya tidak esensial.
Sedangkan rasionalisasi, menurut Heru, perlu dilakukan mengingat berkurangnya pendapatan perusahaan saat pandemi ini. Sebagai contoh ialah perusahaan maskapai yang harus mengurangi jumlah pilotnya.
“Sekarang kondisinya memang harus dikurangi. Dalam situasi penting atau pun enggak penting dari karyawan itu. Seperti pilot Garuda Indonesia, posisinya penting tapi sekarang harus dikurangi,” jelas Heru.
Terdapat pergeseran prinsip perusahaan kala berada dalam kondisi pandemi. Sebagian besar perusahaan tak lagi menomorsatukan pertumbuhan kinerja, melainkan mencari strategi agar usahanya tetap bertahan. Jika perusahaan sampai tumbang, maka dampak negatif yang muncul akan lebih besar.
“Ini istilahnya survive. Kita masuk tahap survival, di mana bertahan hidup lebih penting,” ujar Heru.
Beberapa perusahaan, tak hanya startup, yang sudah mengurangi pegawai selama pandemi ini antara lain ialah Traveloka, Uber, dan Emirates Group.
Traveloka dikabarkan telah mengurangi sebanyak 10% dari total pegawai, yaitu 100 orang. Perusahaan ride-hailing asal Amerika, Uber, juga sudah mengurangi jumlah pegawai sebanyak 6.700 orang. Sementara Emirates Group dikabarkan akan memberhentikan 30.000 pegawainya untuk menekan pengeluaran selama pandemi.