Memasuki bulan ke-enam tahun 2020, dunia masih berjuang melawan pandemi Covid-19 yang diakibatkan oleh virus corona. Per tanggal 18 Juni 2020, tercatat ada 8,5 juta kasus di seluruh dunia dengan angka kematian yang mencapai 450 ribu jiwa.
Pandemi ini berdampak langsung pada kehidupan manusia, mulai dari sisi kesehatan hingga sisi ekonomi. Berbagai macam sektor industri pun goyah karena tak sanggup menahan kencangnya badai Covid-19.
Pandemi Covid-19 juga berdampak bagi perusahaan rintisan (startup) di seluruh dunia. Kondisi yang berat ini telah memaksa banyak startup untuk kembali fokus memperkuat bisnis inti.
Pola pikir pun harus diubah, tak lagi fokus mencari profit, kini startup harus fokus menjaga kelangsungan bisnisnya agar dapat bertahan menghadapi pandemi. Maka dari itu banyak hal yang harus dipangkas untuk memastikan startup tidak tutup secara permanen.
Bhima Yudisthira, Ekonom Indef, menilai bahwa pandemi yang tengah berlangsung ini memiliki dampak yang sangat besar untuk seluruh pelaku usaha, tak terkecuali startup yang sedang membangun dan mengembangkan bisnisnya. Ia pun menilai startup wajib menyusun strategi untuk fokus pada kekuatan atau bisnis intinya masing-masing.
“Karena [situasi] pandemi ini, saya rasa rasional jika perusahaan melakukan likuidasi atau penutupan layanan yang tidak menguntungkan dengan tujuan efisiensi biaya operasional. Bahkan ini momentum yang tepat untuk melakukan reorganisasi model bisnis dengan menentukan sektor usaha mana yang layak dikembangkan lebih lanjut dan mana sektor yang harus ditutup,” tutur Bhima.
Strategi pivot menurut Bhima juga menjadi salah satu cara agar perusahaan dapat mengembangkan bisnis dengan lebih lincah. Untuk meningkatkan efisiensi, perusahaan harus jeli melihat dan memahami target pasarnya.
“Perubahan strategi perusahaan tentu berdampak ke makro ekonomi, namun itu adalah tanggung jawab pemerintah. Justru pemerintah seharusnya bertindak bagaimana menghapuskan hambatan-hambatan birokrasi, menurunkan ego sektoral, agar daya beli terpompa naik dan dunia bisnis ini bisa jalan,” jelas Bhima, dilansir dari Bisnis.com.
Sementara itu Fithra Faisal, Ekonom Universitas Indonesia, mengungkapkan bahwa dalam situasi krisis yang diakibatkan pandemi ini, perusahaan dituntut untuk menjalankan strategi baru dan adaptif dengan keadaan agar dapat bertahan.
Sebagai contoh, Fithra menyebutkan Airbnb yang sebelumnya memiliki bisnis tambahan dalam bidang penyewaan transportasi dan studio, kini telah memangkas bisnis tambahan tersebut. Airbnb kembali fokus pada bisnis utama mereka sebagai pionir marketplace penginapan.
“Ke depan, pelaku usaha digital harus semakin fleksibel untuk bergerak antar sektor dan memperkuat di lini bisnisnya. Inovasi dan kolaborasi menjadi kuncinya dengan menggandeng adjacent player yang juga memiliki dukungan finansial dan reputasi yang kuat di regional maupun internasional,” jelas Fithra.
Strategi adaptif ini menurut Fithra penting bagi perusahaan agar dapat menyesuaikan dengan keadaan yang tengah mengalami perubahan.