Pada pandemi Covid-19 ini, startup yang berbasis teknologi justru dikatakan beruntung karena mereka masih mampu bertahan di tengah kondisi yang tidak menentu. Rumayya Batubara selaku Pengamat Ekonomi dari Universitas Airlangga mengatakan, sebaliknya justru di saat ini banyak bisnis yang bertumbangan.
“Tapi yang basisnya teknologi, masih mampu bertahan. Ini yang harus dioptimalkan,” ujar Rumayya.
Perusahaan startup terutama yang berbasis teknologi memang tidak bisa menjalankan beberapa layanan secara normal saat ini. Namun, mereka bisa memaksimalkan layanan lain sehingga core business atau bisnis utama yang selama ini dijalankan bisa maksimal. Sehingga dampak pandemi Covid-19 menjadi tidak terasa signifikan.
Rumayya melihat, layanan startup teknologi masih belum dimaksimalkan. Hanya ada pengoptimalan pada layanan yang sudah ada. Padahal, dengan banyaknya masyarakat yang berdiam diri di rumah membuat banyak layanan yang bisa dikembangkan.
“Misalnya layanan belanja di pasar, ada potensi baru dari core business itu yang bisa dikembangkan lebih lanjut,” kata Rumayya.
Sementara itu menurut Dr Tri Siwi Agustina SE MSi selaku pakar Kewirausahaan FEB Unair, startup bisa bertahan di tengah pandemi dengan gaya satu kaki atau Pivot. Menurut Tri, strategi pivot ini dilakukan dengan tidak mengubah core business yang ada.
“Misalnya dengan layanan antar dan sebagainya. Tapi bisnis mereka memproduksi makanan bisa berjalan terus,” ungkap Tri dalam sebuah wawancara.
Strategi pivot ini bisa juga dilakukan dengan cara tetap pada bisnis inti sembari juga mengembangkan ide bisnis lain namun tetap mengandalkan teknologi.
“Misalnya di Surabaya ini ada layanan ojek online syariah. Selama pandemi tidak ada yang mereka lakukan. Tapi karena mereka kembali pada visi misi ingin memberdayakan kaum perempuan, akhirnya para driver perempuan mereka itu dijadikan guru ngaji online,” jelas Tri.
Dengan strategi pivotseperti itu diharapkan semua bidang usaha terutama startup bisa bertahan di tengah masa pandemi.
(Indonesiatech)