Kesigapan dalam merespon karakter atau keunikan pasar adalah kunci sukses perusahaan startup di Indonesia untuk tetap eksis di masa depan.
Handito Joewono selaku Ketua Umum Asosiasi Startup Teknologi Indonesia (Atsindo) menilai, Indonesia adalah pasar yang menarik bagi perusahaan startup sehingga kondisi tersebut perlu diperhatikan oleh pelaku bisnis industri terkait.
“Konsistensi dibutuhkan. Kalau pengawasan tidak dilakukan, maka akan meruntuhkan kepercayaan masyarakat yang selama ini jadi modal,” kata Handito, Senin (29/6).
Menurutnya, tren konsumen di Indonesia memiliki karakter yang unik di mana terdapat keinginan konsumen yang kuat untuk mencoba hal baru. Oleh sebab itu, pelaku industri startup dituntut untuk mampu berinovasi.
Handito berpendapat, membuat sebuah inovasi adalah tantangan bagi pelaku industri startup di Indonesia.
“Ke depan haruslah dibuat program pengembangan talenta digital yang lebih mendasar dalam hal coding sampai level advanced dengan mengoptimalkan beberapa sentra koding di Jogja, Bandung, Bali, Bogor,dan Jakarta,” jelasnya.
Seperti diketahui, ekosistem perusahaan rintisan di Jakarta berhasil menjadi peringkat dua sebagai ekosistem terbaik dalam laporan terbaru Startup Genome berjudul The Global Startup Ecosystem Report 2020. Dalam laporan tersebut nilai ekosistem startup di Jakarta disebutkan mencapai US$26,3 miliar atau sekitar Rp380 triliun yang juga berhasil melahirkan lima perusahaan dengan valuasi lebih dari US$1 miliar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Sementara dari segi penadanaan tahap awal, pada kurun waktu 2017-2018 perusahaan startup di Jakarta berhasil meraup US$845,9 juta atau sekitar Rp12 triliun.
Ekosistem startup di Jakarta berhasil meraup poin sempurna untuk 3 dari 4 faktor yg menjadi indikator, yaitu performa, pendanaan, dan jangkauan pasar. Sementara faktor talenta digital, Jakarta masih tertinggal 1 poin dari Mumbai di peringkat pertama dengan nilai 10.
Kendati demikian, ekosistem startup di Jakarta melampaui Mumbai dari segi valuasi. Perusahaan rintisan di Jakarta berhasil menduduki peringkat pertama dunia dengan valuasi mencapai US$26,3 miliar atau sekitar Rp380 triliun. Nilai tersebut mengalahkan beberapa kota lain seperti Guangzhou (China), Kuala Lumpur (Malaysia), Mumbai (India), dan Nanjing (China).
(Indonesiatech)