PT Visionet International rencananya akan menaikkan biaya topup yang sebelumnya dikenakan Rp 1.000, per Agustus mendatang biaya TopUp OVO akan menjadi Rp 1.500.
Karaniya Dharmasaputra selaku Presiden Direktur OVO mengatakan, kebijakan ini dilakukan sebagai upaya perusahaan dalam membangun bisnis pembayaran jangka panjang yang berkelanjutan. Oleh sebab itu, menurut Karaniya, hal tersebut yang membuat adanya penyesuaian tarif biaya topup.
Karaniya melihat, penyesuaian biaya topup ini masih terbilang kompetitif jika dibandingkan dengan pasar. Selain itu, kebijakan ini juga bentuk komitmen OVO dalam mendukung sistem pembayaran digital Indonesia yang inklusif serta terjangkau bagi semua kalangan.
“Mulai 25 Agustus, kami akan melakukan penyesuaian biaya administrasi untuk topup OVO. Kebijakan ini hanya dilakukan untuk topup melalui 19 bank yakni Cimb Niaga, OCBC NISP, Bank Danamon, BRI Syariah, BJB, Bank Mayapada, Bank Muamalat, Maybank, Sinarmas, Bank Mega, Bank Mandiri Syariah, Bank Bukuopin, Bank Panin, Bank UOB, Bank Shinhan, Bank BPD DIY, Bank Nagari, Bank MAS dan BTPN. Selain dari bank tersebut, biaya topup masih Rp1.000,” kata Karaniya (13/7).
Karaniya juga menyebutkan, dengan naiknya biaya topup, OVO tidak khawatir jumlah pengguna akan menurun. OVO menilai kebijakan ini bertujuan untuk menghadirkan layanan terbaik bagi nasabah maupun pengguna OVO. Oleh karenanya, perusahaan terus berupaya konsisten untuk berinovasi, sehingga biaya tersebut masih bisa dibilang wajar.
Sebagai perusahaan pembiayaan digital, Karaniya menyampaikan bahwa pihaknya turut menggandeng berbagai mitra guna menjamin ekosistem digital yang inklusif, khususnya perbankan. Menurutnya, langkah tersebut sudah sesuai arahan regulator guna mewujudkan iklim perekonomian yang stabil dan berkelanjutan.
“OVO akan terus berinovasi mengembangkan layanan dengan merambah supply chain lending dan wealth management. Sehingga layanan keuangan yang kami tawarkan semakin komprehensif bagi seluruh pengguna,” tambah Karaniya.
Melalui kebijakan ini, menurut Karaniya, pihaknya berharap dapat membantu regulator dalam mewujudkan model bisnis yang stabil dan berkelanjutan untuk industri fintech.
“Perlu ditegaskan penyesuaian biaya tidak hanya berlaku sampai 31 Desember 2020, tetapi hingga seterusnya. Namun, perlu dicatat bahwa penyesuaian biaya Rp1.500 ini hanya mencakup biaya operasional yang terkait dengan top-up yang telah disubsidi OVO selama beberapa tahun terakhir, sehingga biaya ini kami tetapkan untuk mengurangi beban operasional dan infastruktur kami,” rangkum Karaniya.
Di pihak lain, PT Fintek Karya Nusantara (LinkAja) belum berencana untuk menaikkan biaya topup dalam waktu dekat. Widjayanto Djaenudin selaku Sales Channel Group Head LinkAja mengatakan, tarif topup masih Rp 1.000 sehingga menurutnya tarif tersebut masih terjangkau bagi masyarakat.
“Untuk topup, LinkAja akan terus mengembangkan channel nya sampai ke pelosok melalui kemitraan dan keagenan. Tak hanya itu, dalam konteks channel topup, LinkAja akan membuat business model, serta program insentif yang menarik baik untuk agen, maupun penggunanya. Sekadar informasi, saat ini pengguna yang telah terdaftar lebih dari 45 juta pengguna,” Katanya.
Sama seperti PT Aplikasi Karya Anak Bangsa, Gojek dengan dompet elektronik mereka yakni GoPay menegaskan, pihaknya pun masih memberlakukan tarif Rp 1.000 untuk biaya topup.
“Dengan memprioritaskan fitur, layanan dan keamanan, GoPay terus menjadi pembayaran digital andalan bagi konsumen. GoPay selalu terbuka untuk bekerjasama dengan pemerintah dan instansi lain untuk mengembangkan program, fitur, maupun layanan yang berdampak positif terhadap seluruh lapisan masyarakat Indonesia,” terang Winny Triswandhani selaku Head of Corporate Affairs GoPay.
(Indonesiatech)