ByteDance, perusahaan induk TikTok, mengatakan bahwa kepala lab artificial intelligence (AI – kecerdasan buatan) akan meninggalkan perusahaan yang berbasis di Beijing. TikTok, aplikasi video pendeknya sedang dalam pengawasan ketat dari Amerika Serikat (AS) terkait masalah keamanan dan privasi.
Saat ini Bytedance tengah menghadapi tekanan tinggi setelah TikTok dilarang di India (salah satu pasar internasional terbesar perusahaan) pada akhir Juni dan menghadapi kemungkinan tindakan serupa di AS.
Sejak Ma Wei-Ling bergabung dengan ByteDance setelah meninggalkan Microsoft pada tahun 2017, perusahaan ini telah menjadi startup paling bernilai di dunia. Hal itu sebagian besar merupakan berkat TikTok, aplikasi yang paling banyak diunduh secara global pada kuartal pertama 2020.
AI yang dikembangkan di laboratorium Wei-Ling telah memainkan peran besar dalam popularitas TikTok. Aplikasi ini mampu memberikan berbagai macam pengeditan yang ramah pengguna, dan juga membuat pengguna dapat melihat feed sesuai dengan selera masing-masing.
Namun keberhasilan TikTok telah memicu semakin banyak tantangan regulasi. Pada bulan Juni, pemerintah India melarang TikTok dan 58 aplikasi Cina lainnya. TikTok diklaim mencuri dan secara diam-diam mengirimkan data pengguna dengan cara yang tidak sah ke server yang memiliki lokasi di luar India.
Saat ini, Pemerintah AS menempatkan TikTok di bawah tinjauan keamanan nasional. Peninjauan ini terkait dengan tuduhan bahwa bahwa aplikasi ini menyensor konten untuk memenuhi pesanan pemerintah Cina. ByteDance telah membantah klaim tersebut, tetapi tekanan pada perusahaan meningkat.
Pada bulan Juli 2020, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengisyaratkan kemungkinan larangan aplikasi TikTok dan aplikasi Cina lainnya karena masalah keamanan. Presiden AS Donald Trump mengatakan kepada media terkait kemungkinan pemerintah untuk melarang aplikasi tersebut dan keputusan akan dibuat segera.
(Indonesiatech)