Kehilangan kartu kredit adalah situasi yang tidak nyaman dan berbahaya. Namun, bagi penjahat di ‘dark web’, akun Gmail atau Facebook lebih berharga.
Menurut daftar harga yang diterbitkan oleh Privacy Affairs, biaya kartu kredit antara US$20 atau Rp285 ribu (kurs Rp14.272) sampai US$65 atau Rp927 ribu, sedangkan akun Gmail dan Facebook masing-masing US$80 atau Rp1,1 juta dan US$65 atau Rp927 ribu.
Melansir Entrepreneur, kartu Mastercard dan VISA kloning dengan kode PIN-nya masing-masing berharga US$25 atau Rp356 ribu. Kartu kredit di Amerika Serikat dan Inggris dengan kode CVV masing-masing berharga US$17 atau Rp242 ribu dan US$20 atau Rp285 ribu.
Dalam kategori itu, yang paling mahal adalah kartu kredit Israel seharga US$65 atau Rp927 ribu dan Jepang seharga US$40 atau Rp570 ribu.
Melansir Privacy Affairs, kenaikan harga data yang diretas kemungkinan besar disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor, seperti meningkatnya risiko memperoleh informasi, meningkatnya manfaat bagi pembeli untuk menggunakan informasi, peningkatan kualitas/ akurasi data kartu, atau inflasi.
Vendor data kartu kredit curian cenderung menawarkan jaminan 80 persen, yang berarti bahwa dua dari setiap sepuluh kartu tidak akurat atau memiliki saldo kurang dari yang diiklankan.
Data yang dijual di dark web mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu. Tidak hanya kuantitas, tetapi variasi barang untuk dibeli juga berkembang, seperti akun crypto yang diretas dan layanan web seperti akun Uber.
Dalam upaya untuk mengurangi deteksi dan pelacakan oleh penegak hukum, Dark Web juga bergerak menuju peningkatan keamanan. Mereka telah meninggalkan Bitcoin (BTC) karena tidak aman dan menuntut pembeli untuk menggunakan Monero sebagai pembayaran dan berkomunikasi hanya melalui enkripsi PGP.
(Indonesiatech)
Komentar