Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam L. Tobing menyoroti Lucky Best Coin (LBC) yang beroperasi di Nusa Tenggara Barat. Perusahaan penjualan aset kripto ini sudah dinyatakan ilegal alias bodong oleh OJK, tapi masih banyak masyarakat sekitar yang terlibat.
“Kami sudah minta dihentikan, tapi masyarakat di sana masih banyak yang terjebak. Satu saat akan meledak juga itu, akan rugi,” kata Tongam dalam acara Ngobrol Tempo di akun instagram @tempodotco pada Senin, 31 Mei 2021.
Sebelumnya, LBC dinyatakan ilegal ini tercantum dalam lampiran I SP 03/SWI/V/2021 daftar entitas investasi ilegal yang dihentikan. Kepala OJK NTB Farid Faletehan menjelaskan keputusan SWI menetapkan LBC sebagai investasi ilegal sudah tepat, karena LBC tidak memiliki izin berinvestasi di perdagangan modal berjangka.
“LBC hanya memiliki izin sebagai pedagang eceran dari BKPM, ketika webinar beberapa waktu lalu, Ketua SWI Pusat tegas menyatakan kegiatan LBC harus dihentikan,” kata Farid pada Kamis, 8 Mei 2021, dikutip dari Bisnis.
Di sisi lain, jumlah korban LBC yang melapor terus bertambah. Awalnya hanya 2 korban, dan kini sudah ada 6 korban melapor ke OJK NTB maupun ke Polda NTB. Korban LBC tidak hanya dari NTB, dari 6 orang, 4 korban berasal dari Bali.
Tongam lalu menjelaskan bahwa investasi kripto dengan status komoditas berjangka bisa dilakukan. Sebab, sudah ada rambu-rambu dan pengawasan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Tapi dari ribuan aset kripto tersebut, hanya yang terdaftar di Bappebti saja yang bisa diperdagangkan di bursa berjangka. Daftar itu sudah dirilis oleh Bappebti pada 21 Februari 2021 dan dapat dicek di Peraturan Bappebti Nomor 7 Tahun 2020.
Untuk itu, Tongam meminta publik memperhatikan perusahaan dan aset kripto yang terdaftar ini. Di sisi lain, Ia meminta masyarakat waspada, terutama dengan perusahaan investasi aset kripto ilegal.
OJK, kata Tongam, terus mendorong agar masyarakat lebih awas terhadap legalitas perusahaan. Masyarakat harus curiga perusahaan investasi ilegal jika memenuhi minimal dua syarat. Pertama, perusahaan tersebut menawarkan imbal hasil dengan nilai tetap (fix). Kedua, perusahaan menggunakan skema Multi Level Marketing (MLM). “Jadi kita dibayar kalau rekrut makin banyak orang,” kata dia.
SUMBER
(Indonesiatech)
Komentar