Terhadap pinjol ilegal tersebut sebetulnya sudah sejak Tifatul Sembiring menjadi Menteri Kominfo dinyatakan hendak diberantas. Namun mengapa masih memakan korban?
Menurut sosiolog UNS Surakarta Drajat Tri Kartono, ada tiga alasan mengapa pinjol masih banyak memakan korban.
Pertama, adanya gap antara pengetahuan masyarakat dengan era disrupsi 4.0. “Ini kan mengalami disrupsi karena adanya revolusi 4.0, di mana sekarang pinjaman itu dikerjakan melalui online,” kata Drajat dikutip dari Kompas.com, Sabtu (21/8/2021).
Kedua, Drajat menilai krisis ekonomi merupakan alasan lain di balik maraknya akses pinjaman online.
Ketiga, kurangnya proteksi dari pemerintah atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap warga yang mengakses pinjol. “Perlindungan peminjam secara keseluruhan itu belum tersedia, sehingga banyak orang terjerumus ke situ dan kesulitan. Akhirnya penagih-penagih dengan cara online yang ganas itu terjadi,” tutupnya.
Bagaimana Pinjol Ilegal Menjerat Mangsanya
Berikut ini beberapa kisah pilu korban. Pertama, kasus seorang guru honorer di Kabupaten Semarang, Afifah Muflihati (27), yang terjerat utang di puluhan aplikasi pinjaman online (pinjol) hingga ratusan juta rupiah menjadi sorotan. Menurut pengakuan Afifah, awal mula dirinya meminjam uang di pinjaman online karena terdesak kebutuhan ekonomi, tepatnya pada 30 Maret 2021.
Selain itu, dirinya saat itu diduga tergiur dengan pencairan dana yang cepat di aplikasi pinjaman online. Saat itu, kata Afiffah, dirinya mengajukan pinjaman di aplikasi Pohon Uangku. Setelah melengkapi persyaratan, dirinya mengaku segera ditransfer pihak aplikasi Pohon Uangku sebesar Rp 3,7 juta.
Padahal, dirinya saat itu dijanjikan akan mendapat uang sebesar Rp 5 juta dengan jangka waktu pelunasan selama tiga bulan. Namun, ternyata Afifah hanya diberi tenor pelunasan selama tujuh hari. Setelah lima hari berselang, Afifah mengaku mendapat teror dari pihak debt collector aplikasi pinjaman online.
Lain lagi yang dialami S. Wanita ini terjerat pinjaman online demi membiayai pendidikan untuk meraih gelar sarja (S1). Dengan gaji per bulan hanya Rp 400.000, dia harus memutar otak membiayai kuliah itu. Dia pun akhirnya meminjam uang ke lima aplikasi pinjaman online untuk memenuhi biaya perkuliahan tersebut.
Persoalan kemudian muncul. Karena tak memiliki uang menutup pinjaman online di lima aplikasi sebelumnya, S meminjam kembali di aplikasi pinjaman online lain sehingga dia berutang total di 24 aplikasi.
Total pinjaman beserta bunga membengkak hingga 40 juta. Dari 24 aplikasi pinjaman online, hanya lima yang legal. Buntut dari pinjaman inilah malapetaka terjadi. Teror dari debt collector berdatangan. Para penagih utang bahkan sampai mengeluarkan kalimat yang mepermalukan dirinya. “Saya dipermalukan di grup WA. Mereka juga galang dana dari orang-orang anggota di grup itu untuk bayar utang saya,” kata dia.
Kali Ini Negara Benar-benar Serius Memerangi
Apa yang dialami para korban adalah bentuk kejahatan yang sepatutnya mendorong negara untuk turun tangan. Karena itu, tak akan cukup bila hanya mengandalkan salah satu unsur. Berhubung ini adalah kejahatan, maka kaitannya adalah kepolisian dan kejaksaan. Karena kejahatan ini di bidang keuangan maka Bank Indonesia dan OJK serta Kementerian Koperasi dan juga perlu terlibat. Lalu karena kejahatan ini menggunakan fasilitas internet, Kominfo juga wajib urun rembug.
Alhasil, berkat inisiasi Menteri Kominfo dan OJK, seluruh stakeholder ini pun berpadu dalam Pernyataan Bersama.
Berikut ini petikannya:
Pernyataan Bersama
Dalam rangka meningkatkan kewaspadaan masyarakat atas penawaran pinjaman online ilegal dan memperkuat upaya pemberantasan pinjaman online ilegal, serta berdasarkan Nota Kesepahaman tentang Koordinasi Pencegahan dan Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia menyampaikan Pernyataan Bersama sebagai berikut:
A. Pencegahan
1. Memperkuat literasi keuangan dan melakukan program komunikasi secara aktif dan menyeluruh untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat atas penawaran pinjaman online ilegal.
2. Memperkuat program edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kehati-hatian dalam melakukan pinjaman online dan menjaga data pribadi.
3. Memperkuat kerja sama antarotoritas dan pengembang aplikasi untuk mencegah penyebaran pinjaman online ilegal melalui aplikasi dan penyedia jasa telepon seluler untuk menyebarkan informasi kewaspadaan masyarakat atas penawaran pinjaman online ilegal.
4. Melarang perbankan, Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) nonbank, aggregator, dan koperasi bekerja sama atau memfasilitasi pinjaman online ilegal, dan wajib mematuhi prinsip mengenali pengguna jasa (Know Your Customer) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.B. Penanganan Pengaduan Masyarakat
1. Membuka akses pengaduan masyarakat.
2. Melakukan tindak lanjut atas pengaduan masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing Kementerian/Lembaga dan/atau melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk dilakukan proses hukum.C. Penegakan Hukum
1. Melakukan proses hukum terhadap pelaku pinjaman online ilegal sesuai kewenangan masing-masing Kementerian/Lembaga.
2. Melakukan kerja sama internasional dalam rangka pemberantasan operasional pinjaman online ilegal lintas negara.Tindak lanjut Pernyataan Bersama ini akan diwujudkan dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang Pemberantasan Pinjaman Online Ilegal yang akan memuat langkah-langkah dari masing-masing Kementerian/Lembaga yang terkoordinasi dalam Satuan Tugas Waspada Investasi.
Komentar