Baru-baru ini, Bank Indonesia (BI) menjadi korban komplotan peretas (hacker) asal Rusia, ransomware Conti. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) meminta para penyelenggara sistem elektronik (PSE) lain yang mengalami gangguan keamanan siber untuk segera melapor ke Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Juru bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi mengapresiasi langkah Bank Indonesia berkoordinasi dengan BSSN yang berwenang merekomendasikan implementasi teknik keamanan dan menerapkan ketentuan teknis siber, serta kewenangan lain terkait yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.
“Kami, sesuai amanat peraturan perundang-undangan, akan terus melakukan pengawasan komitmen dan keseriusan PSE dalam melindungi data pribadi yang dikelola,” kata Dedy dalam keterangan pers.
Selain itu, Kominfo juga mendorong PSE memerhatikan kelayakan dan keandalan sistem pemrosesan data pribadi baik dari aspek teknologi, tata kelola, dan sumber daya manusia (SDM).
Sebelumnya, peneliti keamanan darkweb yang dikenal sebagai DarkTracer mengatakan, geng ransomware Conti menyatakan bahwa Bank Indonesia menjadi korban mereka. Namun DarkTracer tidak memerinci data apa saja yang diambil oleh Geng ransomware Conti.
Juru Bicara BSSN Anton Setiawan menjelaskan, penjahat siber menyerang personal computer (PC) di kantor cabang BI di Bengkulu menggunakan ransomware Conti.
“Karakteristik ransomware ini mengunci sistem, dan mengambil data,” ujar dia kepada Katadata.co.id, Kamis (20/1).
Setelah diperiksa dan ditelusuri, ada 16 komputer yang disusupi oleh ransomware Conti. Namun ia menegaskan bahwa tidak ada data sensitif terkait sistem kritikal BI yang terkena dampak ransomware Conti.
Anton juga mengtakan, tidak ada permintaan tebusan atau uang dari pelaku serangan siber. BSSN pun masih mendalami taktik serangan siber tersebut ke sistem Bank Indonesia. Bank Indonesia memastikan bahwa serangan siber berupa peretasan melalui ransomware tidak mengganggu layanan umum yang sediakan.
(Indonesiatech)
Komentar