Pengoperasian 5G di Indonesia sejatinya telah dimulai sejak tahun 2021 lalu.
Pada acara MotoGP yang akan berlangsung di sirkuit Pertamina Mandalika nanti, ada tiga operator sellular yang sudah akan mengoperasikan 5G.
Di Amerika, pengoperasian 5G secara komersial sempat membuat kalangan penerbangan khawatir akan terganggu.
Kekhawatiran tersebut membuat otoritas penerbangan Amerika Serikat (AS), Federal Aviation Administrator (FAA) merilis ratusan NOTAM (Notice to Airmen) menjelang peluncuran layanan 5G komersil di AS.
Termasuk larangan penggunaan sistem pendaratan otomatis (autoland) dan manuver penerbangan otomatis yang menggunakan radar radio-altimeter, di 100 bandara di seluruh AS.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, mengatakan bahwa Indonesia tidak akan menggunakan pita frekuensi yang digunakan oleh AS dalam menggelar jaringan 5G, yaitu 3,7 GHz.
“Di konteks Indonesia, tidak ada rencana untuk menggunakan pita frekuensi 3,7 GHz dalam rangka implementasi 5G. Kominfo tetap akan menggunakan pita frekuensi 3,7 GHz sampai 4,2 GHz untuk keperluan komunikasi satelit, bukan untuk 5G,” kata Johnny dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Rabu (19/1/2022).
Sebagai informasi, di pesawat, ada radio altimeter yang berfungsi mengukur ketinggian pesawat dari daratan. Alat inilah yang disebut bisa terganggu oleh sinyal 5G C-Band yang akan digunakan oleh AS.
Pasalnya, radio altimeter bekerja di pita frekuensi 4,2-4,4 GHz, yang bersinggungan dengan pita frekuensi 5G C-Band.
Radio altimeter bekerja dengan memancarkan sinyal radio dari pesawat ke daratan, lalu dipantulkan kembali ke pesawat. Kecepatan rambat gelombang sejak dikirim dan diterima kembali oleh pesawat dipakai untuk menentukan ketinggian pesawat dari daratan.
Jika sinyal radio mengalami interferensi, maka dikhawatirkan pembacaan ketinggian pesawat menjadi tidak akurat.
Johnny mengatakan, pita frekuensi radio-altimeter sendiri sudah ditetapkan oleh ITU pada rentang 4,2 GHz sampai 4,4 GHz.
Sementara itu, Kemenkominfo telah menetapkan frekuensi 3,5 GHz (rentang 3,4 GHz – 3,6 GHz) sebagai salah satu frekuensi untuk menggelar 5G.
Dengan adanya “guard band” atau rentang sebesar 600 MHz antara frekuensi 5G Indonesia dengan frekuensi radio-altimeter, Johnny meyakini jaringan 5G di Indonedia tidak akan mengganggu aktivitas penerbangan.
Selain frekuensi 3,6 GHz Kemenkominfo juga akan menggunakan beberapa frekuensi untik menggelar 5G di Indonesia, mencakup frekuensi rendah, tengah dan tinggi. Pada frekuensi rendah, pita frekuensi yang digunakan adalah 700 MHz.
Pada frekuensi tengah, jaringan 5G di Indonesia akan menggunakan pita frekuensi 3,5 GHz. Sementara itu pita frekuensi 2,6 GHz merupakan frekuensi band tinggi yang juga akan digunakan untuk menggelar 5G di Indonesia
Dengan keterangan bapak Johnny Plate maka sudah sewajarnya kalau kalangan penerbangan di Indonesia tidak perlu kuatir lagi.
5G adalah teknologi yang memungkinkan mengirimkan data dalam jumlah yg lebih besar dan lebih cepat dibandingkan dengan 4G yang sekarang kita pakai.
5G bisa mengunduh dan mengunggah dengan kecepatan yang sepuluh kali lebih cepat dibanding 4G.
Dengan jumlah yang lebih besar dan waktu yang lebih cepat tentunya 5G akan membuat banyak kemajuan di berbagai bidang yang tentunya juga akan dapat mengakselerasi perkembangan banyak bidang di Indonesia.
Menurut pengamat telekomunikasi Moch.S Hendropriyono, 5G di Indonesia masih bermasalah sehingga para operator diprediksi belum akan mau dan belum bisa menggelar Layanan 5G secara besar besaran pada 2022 ini.
Masalahnya sebagaimana disebutkan Hendro adalah bahwa untuk menggelar 5G, operator memerlukan lebar pita sebesar 100 MHz.
Hendro menjelaskan, lebar pita 100 MHz itu harus berada di satu spektrum frekuensi yang sama. Bukan gabungan dari frekuensi yang berbeda, misalnya 50 MHz di 2.300 MHz dan 50 MHz sisanya di 1.800 MHz.
Saat ini lebar pita yang dipunyai Telkomsel untuk menggelar 5G hanyalah 50 MHz di frekwensi 2300 MHz, sementara Indosat hanya punya lebar pita sekitar 45 MHz
Selain itu, apabila 5G digelar pada kondisi saat ini, akan bisa sangat merugikan pengguna 4G.
Hal ini mengingat, untuk menggelar layanan 5G, Telkomsel dan Indosat sama-sama mengadopsi non-standalone (NSA). Artinya, 5G digelar di atas infrastruktur jaringan 4G yang sudah ada. Hal inilah yang bisa membuat pengguna 4G tersisihkan.
Tentunya kondisi infrastruktur seperti yang disebutkan oleh pak Hendro harus dibereskan oleh Johnny Plate selaku Menkominfo, sehingga 5G dapat dijalankan di Indonesia dalam kondisi yang maksimal dan dapat memberikan dampak positif yang maksimal juga
Ayo Pak Johnny Plate, atasi tantangan yang ada, khususnya untuk operasional 5G di Indonesia
Bagaimana menurut teman-teman?
Salam Narasikita, Sis Duwur.
SUMBER
(Indonesiatech)
Komentar