Jubir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Dedy Permadi menyatakan, dunia bisnis saat ini mengalami fenomena organisasi eksponensial. Fenomena di mana perusahaan menerapkan tiga prinsip, antara lain memaksimalkan pemanfaatan teknologi, efisiensi jumlah karyawan, dan mempekerjakan karyawan yang memiliki kecerdasan digital.
“Menurut Laporan The Future Jobs dari WEF atau Forum Ekonomi Dunia, pada tahun 2025 mendatang terdapat 43% pelaku industri yang terindikasi akan melakukan reduksi jumlah tenaga kerja sebagai konsekuensi dari pilihan integrasi teknologi. Tidak hanya itu, diproyeksikan pula akan terdapat 85 juta pekerjaan lama yang mungkin akan hilang dan 90 juta pekerjaan baru yang mungkin muncul akibat pembagian kerja antara manusia, mesin, dan algoritma,” paparnya dalam webinar Pesantren Kilat Digital 2022 yang secara virtual dari Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Selasa (05/04).
Untuk itu, Dedy menegaskan, masyarakat harus terus didorong untuk membekali diri dengan berbagai skillset yang semakin dibutuhkan di era transformasi digital.
Mengutip hasil studi dari LinkedIn, Dedy menjelaskan, pada tahun 2020 lalu kebutuhan kecakapan digital di masa depan akan berfokus pada tiga hal yang dikenal sebagai The ABC, yaitu artificial intelligence, big data, dan cloud computing.
“Mengingat karakteristik dunia digital yang makin kompleks, dinamis, serta berkembang dengan sangat kecepatan. Talenta digital Indonesia diharapkan tidak hanya unggul dalam hal keterampilan teknis atau hard skill, namun juga cakap keterampilan nonteknis atau soft skill,” jelasnya.
Menurut Dedy, keterampilan soft skill tersebut dikenal dengan sebutan 4C (critical thingking, creativity, collaboration dan communication), serta complex problem solving.
“Survei East Ventures Digital Competitiveness Index tahun 2022 menunjukkan bahwa 95,8% perusahaan digital di Indonesia menganggap kemampuan digital merupakan salah satu komponen penting dalam proses seleksi calon tenaga kerja. Namun demikian, 56,3% perusahaan digital saat ini masih merasa kesulitan untuk mencari tenaga kerja dengan kemampuan digital. Mereka menilai kandidat tenaga kerja di Indonesia masih memiliki kelemahan terkait kemampuan digitalnya,” kata Dedy.
Jubir Kominfo memberikan contoh kemampuan implementasi yang belum memadai atau masih bersifat teoritis. Kemampuan yang dimiliki masih terlalu umum, pengalaman yang belum memadai, dan adaptasi yang lama untuk menyelesaikan permasalahan digital di sebuah perusahaan.
“Selain itu, penerapan literasi dan kecakapan digital oleh tenaga kerja Indonesia saat ini masih terbilang rendah. Amazon Web Services dan AlphaBeta dalam studi Digital Skills Research Report 2021 menemukan bahwa ada 19% tenaga kerja Indonesia yang mengaplikasikan literasi digital level dasar, dan hanya 6% tenaga Indonesia atau tenaga kerja Indonesia yang mengaplikasikan kecakapan digital teknis atau menengah,” papar Dedy.
Lebih lanjut Dedy menjelaskan, riset AlphaBeta pada tahun 2020 menunjukan apabila Indonesia melakukan intensifikasi peningkatan keterampilan digital, maka tenaga kerja yang memiliki keterampilan digital akan memberikan kontribusi sebesar 4.434 triliun terhadap PDB Indonesia di tahun 2030.
“Nilai yang sangat fantastis, nominal ini meningkat lebih dari dua kali lipat dari proyeksi awal jika tidak dilakukan intensifikasi peningkatan keterampilan yaitu lebih dari 1.900 triliun. Artinya ada gap yang cukup besar antara kebijakan tanpa intensifikasi dan kebijakan dengan intensifikasi,” tambah Dedy.
(Indonesiatech)
Komentar