Konsolidasi industri telekomunikasi membentuk keseimbangan baru dalam eksositem digital di Tanah Air. Pemerintah tengah menyediakan dukungan regulasi primer melalui Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja agar struktur industri dan pasar menjadi lebih kuat. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate berharap, hal itu akan memberikan nilai tambah ekonomi digital.
“Kita harus melakukan rekonsiliasi industri telekomunikasi, makanya akan dibuka lagi ruang dan akuisisi. Jika semakin terkonsolidir, maka adopsi teknologi menjadi lebih dimungkinkan, membuka ruang kita (ekspansi) yang lebih luas secara nasional untuk menguasai ekonomi telekomunikasi dan digital kita,”papar Menkominfo Johnny G. Plate saat memberi sambutan dalam Peluncuran Layanan Ooredo HiFi, di Auditorium Kantor Indosat, Jakarta Pusat, Jumat (9/09).
Menurutnya, potensi ekonomi digital Indonesia sangat besar. Pada tahun 2021 diperkirakan mencapai USD70 Miliar dan akan menjadi USD146 Miliar pada tahun 2025. Bahkan pada tahun 2030 bisa mencapai USD315,15 Miliar. Untuk itu, Menkominfo menyatakan konsolidasi infrastruktur nasional menjadi salah satu upaya yang bisa dilakukan bersama agar industri telekomunikasi menjadi lebih efisien.
“Era baru kita, kolaborasi dan kegotongroyongan. Bukan era lagi untuk masing-masing membangun network-nya sendiri. Konsolidasi pemanfaatan sumber daya frekuensi yang lebih efisien, kebijakan penetapan harga yang lebih memadai untuk perlindungan terhadap industri dan perlindungan terhadap klien atau pelanggan,” jelas Menkominfo.
Pemerintah saat ini juga memiliki undang-undang dasar untuk mendukung berbagi infrastruktur bagi industri telekomunikasi dan siaran. Lewat Undang-Undang Cipta Kerja Sektor Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran atau Postelsiar.
Menkominfo menyatakan Indonesia memiliki payung hukum yang lebih baik dengan mendiagnosis keadaan dan perlindungan dari infrastruktur dan bisnis telekomunikasi nasional.
Tak lupa Johnny mengingatkan kembali tentang sejarah industri telekomunikasi nasional yang dimulai dengan adanya monopoli kemudian berlangsung liberalisasi yang mendukung investasi nasional dan internasional. Menurutnya liberalisasi telah mengakibatkan terjadinya overinvestment di infrastruktur telekomunikasi.
“Return on investment menjadi lebih besar, dan payback menjadi lebih kecil. Jadi tidak perlu semua membangun network-nya sendiri. Kita bisa sharing untuk seluruh infrastruktur secara global,” jelasnya.
(Indonesiatech)
Komentar