Perhelatan Indonesia Game Developer Exchange (IGDX) Conference di Bali, 15-16 Oktober 2022 adalah puncak acara dari IGDX 2022 yang telah berlangsung sejak Juli 2022. Ajang ini merupakan kolaborasi Kementerian Kominfo dan Asosiasi Game Indonesia (AGI).
“Kegiatan IGDX berupa roadshow di perguruan tinggi dengan tujuan untuk membuka lapangan kerja dan menghadirkan talenta-talenta digital, sehingga akan terjadi matchmaking dalam industri game di Indonesia. Sebanyak 600 partisipan telah teregistrasi untuk hadir dalam acara IGDX Conference saat ini,” papar Direktur Ekonomi Digital, Ditjen Aptika Kemkominfo, I Nyoman Ardhiana pada pembukaan IGDX Conference di Kuta, Bali, Sabtu (15/10).
Ia menambahkan, IGDX 2022 diikuti oleh 36 partisipan dan 14 mentor yang terdiri hingga 500 mentoring session pada periode Juli 2022 hingga Oktober 2022. Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Business Matchmaking Kominfo, Luat Sihombing menyampaikan, kegiatan puncak IGDX 2022 kali ini menggelar dua aktivitas besar, yaitu IGDX Business dan IGDX Conference.
Luat menjelaskan, IGDX Business adalah one-on-one business meeting selama dua hari yang digelar pada 14-15 Oktober 2022. Tujuannya untuk membuka potensi investasi dan kerja sama bisnis bagi pengembang gim lokal dengan berbagai mitra bisnis lainnya, yakni publisher, service buyer, venture capital, dan distribution channel.
“Sehingga semakin banyak game developer lokal yang naik kelas. Ada total 150-an orang teregistrasi dengan rincian 60-an game developer, 17 publishers, 7 venture capital dan perusahaan gaming lainnya dengan total 480 pertemuan bisnis terlaksana,” jelas Luat Sihombing, Sabtu (15/10).
Sementara itu, ungkap Luat, IGDX Conference merupakan sesi urun rembuk untuk meningkatkan kepedulian publik dalam dan luar negeri mengenai tren market, investasi, regulasi Indonesia, dan hal lainnya terkait industri gim tanah air.
“Tujuannya agar semakin banyak pelaku industri game asing yang datang ke Indonesia dan menjalankan bisnis serta kerja sama di Indonesia,” tambahnya.
Adapun agenda IGDX Conference juga membahas soal regulasi mengatur konten perjudian online. Analis Hukum Ahli Muda Setditjen Aptika, Denden Imadudin Soleh menyampaikan dibutuhkannya klasifikasi usia dan langkah meminimalisir aksi perjudian daring, mengingat pasar gim saat ini sangat luas. Menurutnya, saat ini ada beberapa aplikasi yang sebetulnya permainan biasa tapi terindikasi di lapangan masuk dalam kategori perjudian, karena seperti adanya kegiatan dalam istilah ‘bongkar koin’. Faktanya, di lapangan bukan pengembang gim yang ditangkap, tapi pihak ketiga yang memfasilitasi aksi (transfer koin) itu.
“Dengan begitu, kasus ini bisa dijadikan sebagai acuan agar tidak membuat fitur transfer koin untuk mencegah penyalahgunaan game di Indonesia,” jelasnya.
(Indonesiatech)
Komentar