TaniHub hendak menyelesaikan masalah di rantai distribusi produk pertanian dengan menjual langsung hasil panen petani ke konsumen akhir. Namun mereka melihat masih ada masalah lain di dunia pertanian, yaitu banyaknya petani di Indonesia yang belum bisa lepas dari tengkulak serta mengalami kesulitan mendapatkan modal.
Itulah mengapa mereka memutuskan untuk mendirikan sebuah layanan baru yang bernama TaniFund pada Januari 2017. TaniFund sendiri merupakan layanan crowdlending yang bisa menghubungkan petani dengan para investor pemilik modal.
“Kami hadir untuk menjawab kebutuhan banyak petani Indonesia yang tidak bisa mengajukan pinjaman modal ke bank, meski potensi keuntungan mereka dari usaha pertanian sangat besar,” ujar William Setiawan, CMO dan Co-Founder TaniFund, kepada Tech in Asia Indonesia.
Tak sembarang kelompok tani bergabung dalam TaniFund
Meski bertujuan membantu para petani, William mengatakan kalau mereka tetap membuat kriteria khusus terkait siapa yang akan mereka bantu. Ia mengakui bahwa mencari dan menyeleksi kelompok tani sesuai kriteria merupakan masalah terbesar yang dihadapi oleh pihaknya saat ini.
“Solusinya, kami mengutamakan kelompok tani yang aktif melakukan transaksi di platform e-commerce kami, serta memanfaatkan jaringan kelompok tani unggulan yang dibina oleh lembaga pemerintahan ataupun lembaga lainnya,” paparnya.
Sebelum bergabung dengan TaniFund, para kelompok tani tersebut harus mengajukan peryataan tertulis lengkap dengan data. Informasi yang diberikan kelompok tani meliputi komoditi yang ingin digarap, jumlah petani yang menjadi anggota, estimasi luas lahan, dan lokasi proyek budi daya.
“Setelah itu, tim TaniFund akan melakukan verifikasi, analisis kelayakan proyek budi daya, dan negosiasi sebelum akhirnya memutuskan untuk menandatangani MoU dengan kelompok tani,” ucapnya.
Selama ini, kata William, TaniFund melakukan pendekatan melalui jaringan tim lapangan yang mencari dan menyeleksi kelompok tani. Mereka bertugas menjelaskan tentang model bisnis dan bukti proyek budi daya yang sedang berjalan.
“Seluruh hasil panen akan dibeli sepenuhnya oleh TaniHub, di mana biaya kemasan dan logistik ditanggung sepenuhnya oleh TaniHub. Nantinya, hasil panen didistribusikan ke toko-toko retail, pasar induk, hotel, restoran, dan katering yang telah menjadi klien kami,” jelasnya.
Punya tim lapangan yang berkompeten
William menilai hingga saat ini belum banyak pemain yang berkecimpung di bidang crowdlending pertanian. Beberapa startup yang telah ada pun memiliki model bisnis berbeda-beda.
Saat ini, kompetitor terbesar mereka adalah startup serupa bernama iGrow, yang telah mendapatkan pendanaan dari East Ventures dan 500 Startups. Untuk memenangkan persaingan tersebut, William mengaku kalau pihaknya telah menyiapkan beberapa strategi.
“Pertama-tama, kami memastikan bahwa tim lapangan kami berpengalaman di bidang teknis pertanian, perkebunan, dan perikanan. Selanjutnya, setiap anggota tim, investor, ataupun petani dapat menggunakan aplikasi kami yang senantiasa diperbaharui dengan inovasi baru dan fitur-fitur menarik,” tuturnya.
Monetisasi melalui bagi hasil
Untuk mendapatkan pemasukan, TaniFund menerapkan skema bagi hasil dari penjualan hasil panen. Pembagian tersebut berupa 40 persen untuk petani, 40 persen untuk investor, dan 20 persen untuk TaniFund.
“Tidak ada biaya di awal. TaniFund sendiri biaya operasionalnya dari bagi hasil tersebut. Persis konsep syariah. Semua pihak menanggung kalau ada untung atau rugi,” jelasnya.
William menambahkan, saat ini TaniFund telah memiliki sekitar 130 investor dan 1.000 petani yang terbagi dalam 15 kelompok tani. Untuk pendanaannya, TaniFund masih dimiliki seratus persen oleh TaniHub, dan menggunakan dana seed fund dari para founder.
Uang kembali bila gagal panen
Gagal panen merupakan salah satu hal yang harus dihindari oleh TaniFund. Untuk itu, mereka berusaha memastikan ketersediaan bibit, pupuk, dan obat-obatan dalam jumlah yang lebih dari cukup serta disimpan di gudang milik kelompok tani.
Namun jika seandainya kondisi terburuk terjadi, seperti ada bencana alam atau wabah penyakit yang melanda satu wilayah kabupaten/kecamatan hingga menyebabkan gagal panen, maka dana investasi akan dikembalikan ke investor.
“Pengembalian uang ke investor dilakukan secara otomatis melalui fitur e-wallet yang tersedia didalam aplikasi TaniFund, disertai dengan penjelasan perkembangan proyek budi daya terkini yang dapat diakses secara langsung dan transparan melalui aplikasi TaniFund,” kata William.
Artikel asli dari Tech in Asia