Aplikasi pengirim pesan Telegram setuju untuk memblokir konten-konten terkait dengan kegiatan terorisme di Indonesia setelah pemerintah mengancam untuk memblokir layanannya. Langkah yang diambil pemerintah Indonesia ini guna untuk menghalau komunikasi teroris di Indonesia.
Pemblokiran Telegram di Indonesia
Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menutup layanan pengiriman pesan ini pada versi aplikasi web-nya pada hari Jumat lalu (14/7) dan mengancam akan melakukan hal lebih lanjut lagi. ISIS telah meningkatkan serangannya di wilayah Indonesia dan Filipina pada tahun ini dan aplikasi chat ini nampaknya telah lama menjadi salah satu alat komunikasinya.
Tanggapan CEO Telegram
Tanggapan terkait pemblokiran parsial ini, CEO Telegram Pavel Durov mengatakan bahwa perusahaannya akan membersihkan kanal-kanal terkait ISIS yang telah ditandai oleh pemerintah dan akan mengembangkan sistem yang lebih baik lagi.
Hal tersebut artinya layanan chat ini akan membuat sebuah tim moderator khusus yang bisa berbahasa dan mengerti budaya Indonesia sehingga mampu untuk memproses laporan mengenai konten terorisme dengan cepat dan akurat. Durov juga mengatakan bahwa ia harus membuka komunikasi terbuka secara personal dengan pejabat Indonesia yang dapat membuat proses tersebut lebih efisien.
“Ternyata para pejabat dari kementerian baru-baru ini mengirimkan email pada kami berisi daftar kanal publik yang mengandung konten terorisme dan tim kami belum dapat memprosesnya secara cepat. Sayangnya, saya belum sadar akan permintaan tersebut yang menyebabkan adanya miskomunikasi dengan kementerian,” ungkap Durov melalui kanal publik Telegram-nya.
Awal mula Telegram
Pada surat resmi terbaru, Durov, yang mendirikan saingan Facebook Rusia VK, telah menambahkan juga bahwa perusahaannya bukanlah teman para teroris meski ada beberapa dari komunitas keamanan yang bersikeras melawannya. Durov juga mengungkapkan bahwa aplikasi pengirim pesan ini telah memblokir ribuan kanal terkait ISIS tiap bulannya.
Setelah kejadian penyerangan di Paris pada 2015 silam, mereka telah membersihkan berbagai konten terorisme. Hal tersebut cukup kontroversial karena Durov sendiri mengakui bahwa beberapa bulan sebelumnya Telegram sadar akan beberapa penggunanya yang berasal dari ISIS.
“Privasi, pada akhirnya, menjadi hal yang lebih penting dari ketakutan kita akan hal buruk, seperti terorisme,” kata Durov saat di acara TechCrunch Disrupt San Fransisco pada September 2015, meskipun ia terus menjelaskan kalau ISIS bisa saja menggunakan aplikasi lain selain Telegram. [sumber]