Gojek dan Grab memastikan akan mengaktifkan Kembali fitur ojek online untuk wilayah DKI Jakarta pada 8 Juni 2020 mendatang. Hal tersebut seiringan dengan kebijakan yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Kamis (4/6).
Anies sudah mengizinkan kendaraan umum, termasuk ojol dan ojek konvensional beroperasi mulai 8 Juni, selama PSBB transisi yang dimulai 5 Juni kemarin sampai batas waktu yang belum ditentukan.
“Berdasarkan Jadwal Pembukaan Transisi Fase I yang dipaparkan Pemprov DKI, layanan transportasi sepeda motor termasuk Goride dapat membuka 100 persen layanan mulai 8 Juni 2020,” kata Nila Marita, Chief Corporate Affairs Gojek Indonesia, melalui keterangan tertulis, Jumat (5/6).
“Gojek sangat menyambut baik hal ini karena para mitra driver nantinya dapat kembali melayani transportasi bagi penumpang setelah pada penerapan PSBB sebelumnya hanya melayani pengiriman barang (GoSend), pesan antar makanan (GoFood), berbelanja kebutuhan sehari-hari (GoMart), dan lain sebagainya,” tambah Nila.
Fitur antar jemput penumpang ojol sebelumnya ditiadakan sementara oleh Gojek dan Grab di wilayah yang menerapkan PSBB, termasuk Jakarta yang dimulai sejak 10 April. Mengikuti aturan tersebut, ojol hanya diperbolehkan melayani jasa antar jemput barang.
Senada dengan Gojek, Grab juga menyatakan fitur antar penumpang akan bisa dinikmati pengguna pada 8 Juni nanti.
Menurut Neneng Goenadi, Managing Director Grab Indonesia, perusahaan akan membuka fitur penumpang dengan sejumlah protokol kesehatan pencegahan penularan wabah corona (Covid-19).
“Betul, dengan enam langkah Grabprotect,” kata Neneng.
Pengaktifan kembali fitur antar jemput penumpang ini disambut baik oleh asosiasi ojol Garda Indonesia. Mereka berterima kasih kepada Anies dan berjanji akan bekerja menggunakan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Namun langkah Pemprov DKI Jakarta ini menuai kritik dari Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).
Djoko mengatakan, Gubernur Anies Baswedan mesti mengkaji kembali keputusan tersebut. Sebab, hal ini berisiko memunculkan klaster baru penularan virus corona. Djoko pun menilai bahwa prosedur pencegahan Covid-19 yang disiapkan tak serta merta mengurangi risiko tersebut.
Terlebih lagi pembemberian sekat antara penumpang dengan pengemudi, menurut Djoko, tidak sesuai dengan konsep physical distancing.
“Cukup berisiko jika diizinkan bawa penumpang, itu jadi persoalan baru. Jika kemudian ojek daring boleh beroperasi, bagi yang biasa memakai ojek daring meski membawa helm sendiri, tetap berisiko terkena penularan Covid-19,” tutur Djoko.
“Faktor muat maksimum 50 persen berarti menuntut pengawasan yang ketat, untuk moda angkutan umum kereta api, bus, hingga taksi, masih sangat memungkinkan untuk mengangkut penumpang. Tidak demikian dengan ojek, tidak memungkinkan menerapkan jaga jarak sosial antara pengemudi dan penumpangnya,” lanjut Djoko.
Di sisi lain, Kementerian Perhubungan sendiri masih menyusun aturan soal ojol dan angkutan umum jenis lainnya. Kemenhub menargetkan aturan itu akan terbit pada 7 Juni.
(Indonesiatech)