Neurabot, perusahaan rintisan dalam negeri, tengah mengembangkan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence untuk mendeteksi dini penyakit Covid-19. Teknologi yang dikembangkan oleh neurabot ini menggunakan sensitivitas dan spesifikasi tinggi.
Indarto, founder dan CEO Neurabot, mengatakan bahwa teknologi yang dikembangkannya saat ini dapat membantu pengambilan keputusan klinis, terutama dalam kondisi pandemi. Kehadiran teknologi tersebut juga diharapkan dapat mengatasi tantangan dalam penggunaan teknologi di rumah sakit.
Mayoritas rumah sakit yang menjadi rujukan Covid-19 masih memiliki kualitas pemeriksaan x-ray dada yang sensitivitasnya rendah. Menurut Indarto, CT-scan paru dengan dosis radiasi yang lebih rendah (Lo-Dose CT/LDCT) memiliki sensitivitas yang lebih baik untuk mendeteksi gambaran perubahan struktur paru pasien.
“Meski demikian Neurabot bersama pakar AI yang tergabung dalam gugus tugas ini akan tetap berupaya mengolah seluruh sumber data yang ada, termasuk data foto polos dada dan data klinis sebagai penguat untuk menghasilkan solusi identifikasi dini berbasis AI dengan tepat dan cepat,” tutur Indarto.
Terdapat dua solusi yang disampaikan oleh Indarto. Solusi pertama ialah MyLab, platform laboratorium pemrosesan citra digital pertama di Indonesia di bidang kesehatan dan bioteknologi.
Melalui MyLab, Neurabot memungkinkan penggunanya melakukan kolaborasi penelitian, olah data citra digital, serta digitalisasi dan penyimpanan data. Platform ini menghadirkan laboratorium digital berbasis citra mikroskopis maupun citra radiologi.
Solusi kedua ialah AI Lab, yang mampu mengolah data citra medik maupun bioteknologi yang telah terkumpul dengan bantuan kecerdasan buatan. AI Lab dapat berguna langsung saat pengambilan keputusan dalam proses diagnosis suatu penyakit.
Teknologi AI Lab menghasilkan informasi dalam bentuk prediksi, kalkulasi, identifikasi, dan segmentasi suatu objek atau kondisi. Kemampuan menjadi decision support system yang dimiliki AI Lab ini dapat membantu tenaga kesehatan dalam di tengah pandemi Covid-19.
“Teknologi ini tidak bermaksud menggantikan seorang ahli, tetapi membantu dalam penegakan diagnosis dengan cepat dan tepat. Keputusan akhir dalam diagnosis merupakan tanggung jawab para ahli maupun profesional,” ujar Indarto.
Pada tahun 2018 lalu, Neurabot menjadi salah satu finalis program Startup 4 Industry yang diiniasi oleh Kemenperin. Kala itu Neurabot berhasil mengembangkan penerapan teknologi deep learning pada pemeriksaan CT-scan paru-paru dan x-ray dada.
Neurabot juga telah mengharumkan nama Indonesia saat menjadi perwakilan dan memperoleh penghargaan dalam beberapa kompetisi internasional, seperti Asia Hardware Battle 2018, Best AI/Machine Learning dan HealthTech Startup pada ajang Rice Bowl Startup Awards 2018.
Kini Neurabot menjadi bagian dari gugus tugas kecerdasan buatan dan teknologi informasi (Task Force AI & IT) dalam menangani pandemi Covid-19 di Inonesia.