Sejak 2018 lalu hingga Juni 2020, Satgas Waspada Investasi telah memblokir 2.591 fintech peer to peer (P2P) lending ilegal yang tidak mengantongi izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Tongam L Tobing selaku Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK mengatakan, berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), server fintech ilegal itu ada di Indonesia dengan jumlah terbanyak yaitu 22% dari total server. Menyusul Amerika Serikat (14%), Singapura (8%), China (6%), Malaysia (2%) dan Hong Kong (1%).
“Ada juga dari mafia dari Rusia dan India. Mereka mencari keuntungan dari bisnis fintech lending ini dengan menjadi jembatan bagi orang yang mempunyai dana,” ucap Tongam, Senin (13/7).
Tongam menjelaskan, fintech lending tetap tumbuh subur di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor mulai kemudahan pembuatan aplikasi, situs dan website. Fakor lainnya, dikarenakan tingkat literasi masyarakat yang masih rendah ditambah lagi adanya factor ekonomi dan keuangan mereka.
Akibatnya, masyarakat yang hendak meminjam uang tidak selalu mengecek legalitas perusahaan fintech. Banyak penawaran pinjaman ilegal melalui internet dan media sosial.
“Hak-hak nasabah juga tidak terlindungi. Muncul teror, intimidasi, pelecehan, nasabah menjadi tertekan. Kemudian muncul opini bahwa fintech lending menyengsarakan masyarakat,” tambah Tongam.
Oleh karena itu, Satgas Waspada Investasi gencar melakukan edukasi kepada masyarakat, kemudian mengumumkan daftar perusahaan ilegal ke masyarakat melalui siaran pers. Selain itu, Satgas Waspada Investasi juga sudah membatasi ruang gerak transaksi keuangan di perbankan dan payment system. Serta mendorong fintech ilegal mengajukan pendaftaran ke OJK.
“Kami juga menghentikan kegiatan fintech ilegal, pemblokiran situs, website dan aplikasi fintech ilegal melalui Kemenkominfo serta melaporkan ke Bareskrim Polri,” tutup Tongam.
(Indonesiatech)