Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa terdapat banyak pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan teknologi finansial (fintech). Salah satunya ialah menyebarkan data pribadi pengguna.
Sarjito, Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, mengatakan bahwa pelanggaran ini banyak dilakukan oleh perusahaan fintech yang tidak berizin atau ilegal.
“Dilarang sebarkan data konsumen ke pihak ketiga. Kadang konsumen tidak begitu jelas dan paham, dispute ketidaktahuan di konsumen,” tegasnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (15/7).
Sarjito meminta para pengguna untuk menyelesaikan masalah yang ada secara internal sebelum dibawa ke OJK. Jika tidak dapat diselesaikan secara internal, maka akan dibantu oleh lembaga penyeleseaian sengketa.
Penyebarluasan data pribadi pengguna, lanjut Sarjito, merupakan ranah pengawasan perilaku pasa (market conduct). Kerahasiaan data pengguna merupakan hal yang sangat penting. Tak jarang Sarjito menemui pengguna yang mengadu ke OJK, padahal pengguna melakukan pinjaman ke fintech peer to peer (P2P) lending ilegal.
Sarjito memberi contoh, terdapat pasangan suami istri yang kemampuan pinjamnya satu juta, tetapi melakukan pinjaman di 20 P2P lending ilegal. Agen fintech ilegal ini seringkali memberi janji manis yang dapat membujuk pengguna untuk meminjam dana pada fintech tersebut.
Ke depannya, Sarjito meminta agar pengguna tidak terburu-buru dalam mengajukan pinjaman dan harus membaca dengan seksama sebelum memutuskan untuk meminjam uang.
“Kerahasiaan data nasabah hal yang prinsip. Kalau tidak selesai, selsaikan di luar pengadilan di lembaga yang dapat persetujuan dari OJK. Kredibel dan berpengalaman di sektor jasa keuangan,” jelas Sarjito.
OJK mencatat hingga Juni 2020 terdapat 1.915 iklan perusahaan jasa keuangan yang melanggar aturan market conduct. Jenis pelanggaran yang dilakukan ialah pesan iklan yang tidak jelas (94%), iklan menyesatkan atau misleading (5%), dan iklan tidak akurat (1%).