Penertiban pada perusahaan startup yang bergerak di bidang konsultan investasi dan penasihat keuangan dinilai penting. Oleh karena hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dituntut untuk lebih tegas dalam menerapkan aturan terhadap startup di sektor tersebut.
Salah satu startup bidang konsultan investasi dan penasihat keuangan, PT Jouska Finansial Indonesia (Jouska), baru-baru ini sedang mengalami masalah dengan beberapa kliennya. Menurut seorang klien, Jouska telah melakukan pengelolaan dana yang tidak sesuai dengan kesepakatan sehingga menimbulkan adanya kerugian. Padahal Jouska mengklaim telah menerapkan standar yang cukup tinggi dalam merekrut konsultan.
Selama ini, konsumen startup fintech cenderung berasal dari kalangan middle, milenial, atau eksekutif muda yang baru mulai melek investasi, tetapi cenderung pasrah sepenuhnya pada pihak penyedia jasa.
Sementara itu, Jouska sebagai startup yang tidak memiliki izin manajer investasi (MI), seharusnya hanya diperbolehkan bertindak sebagai konsultan keuangan. Menanggapi hal tersebut, Ekonom Indef Bima Yudhistira mengatakan, startup fintech memang perlu ditertibkan. Apalagi, menurut Bima, saat ini sudah ada regulasi yang mengatur soal manajemen investasi, mulai dari pedoman, perilaku yang dilarang, hingga laporan kegiatan bulanan manajer investasi.
“Yang kurang adalah penegakan aturan terhadap fintech dari OJK. Kasus seperti Jouska ini harusnya dikasih sanksi yang berat agar ada efek jera bagi pemain lain. Bentuk sanksi [bisa] hingga pencabutan izin fintech yang melanggar aturan,” jelas Bima, Rabu (22/7).
Menurut Bima, masalah yang terjadi di Jouska bisa memberikan citra negatif bagi ekosistem fintech di Indonesia, khususnya di kalangan milenial. Maka dari itu, lanjutnya, OJK harus melakukan investigasi mendalam dan memberikan sanksi tegas jika terbukti memang ada pelanggaran. Seluruh proses dan hasil investigasi terhadap fintech yang melanggar juga harus transparan agar memunculkan kembali kepercayaan konsumen dan calon konsumen.
“Bisa jadi kasus akan berulang dan penyelesaian kasus saat ini lambat. Karena ini mengindikasikan bahwa kemampuan otoritas dalam mendeteksi pelanggaran tidak secepat inovasi yang terjadi di fintech,” tutup Bima.
(Indonesiatech)