Baru-baru ini, WhatsApp memberikan notifikasi kepada penggunanya terkait pembaruan kebijakan privasinya. Perubahan kebijakan yang berlaku per tanggal 8 Februari 2021 ini bersifat wajib, pengguna yang tidak menyetujui perubahan maka tidak akan dapat menggunakan WhatsApp ke depannya.
Dari notifikasi yang diterima, terlihat bahwa aka nada tiga pembaruan utama, meliputi bagaimana WhatsApp memproses data pengguna, bagaimana layanan bisnis dapat menggunakan layanan yang dihosting Facebook untuk menyimpan dan mengelola obrolan WhatsApp mereka, dan bagaimana WhatsApp akan segera bermitra dengan Facebook untuk menawarkan integrasi yang lebih dalam di semua produk perusahaan induk.
Beberapa info yang dikumpulkan WhatsApp dan akan dibagikan termasuk data lokasi, alamat IP, model ponsel, OS, level baterai, kekuatan sinyal, browser, jaringan seluler, ISP, bahasa, zona waktu, dan bahkan IMEI. Ada juga informasi tentang bagaimana pengguna berkirim pesan, menelepon, grup apa yang diikuti, Status, foto profil, terakhir kali pengguna online, dll.
Terkait kebijakan baru WhatsApp ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memanggil pengelola aplikasi WhatsApp dan juga Facebook. Pihak Kemenkominfo akan meminta kejelasan alasan pengelolaan data dengan melibatkan pihak ketiga, yaitu Facebook.
“Hari ini Kominfo memanggil pengelola WhatsApp dan Facebook Asia Pacific Region untuk memberikan penjelasan lengkap. Setelah itu pemerintah akan menetapkan kebijakan lanjutan terkait dengan hal ini,” tutur Johnny G. Plate, Menteri Komunikasi dan Informatika, pada Senin (11/01/2021).
Selain itu, Menkominfo juga menyarankan bagi masyarakat yang tidak menyetujui kebijakan baru WhatsApp agar beralih ke aplikasi layanan pesan instan lain yang dirasa lebih aman.
“Ada beberapa plaform media sosial yang dapat digunakan oleh masyarakat. Namun, masyarakat perlu lebih bijak dalam menentukan dan memilih media sosial yang mampu memberikan perlindungan data pribadi dan privasi yang optimal agar terhindar dari penggunaan data pribadi yang tidak dikehendaki baik berupa penyalahgunaan atau tidak sesuai aturan,” lanjut Johnny.
Saat ini, Rancangan Undang-undang tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) masih dalam tahap pembahasan bersama dengan Komisi I DPR RI. Johnny berharap pembahasan RUU PDP dapat rampung pada awal tahun ini.
“Salah satu prinsip utama dalam PDP adalah bahwa penggunaan data pribadi harus dengan persetujuan pemilik data. Hal ini sejalan dengan regulasi di berbagai negara termasuk GDPR Uni Eropa maupun substansi yang ada dalam RUU PDP Indonesia,” tuturnya.
(Indonesiatech)