Pertumbuhan perusahaan rintisan (startup) di Asia Tenggara pada 2020 terbilang bergerak cepat. Penelitian dari Cento Ventures menunjukkan bahwa perusahaan teknologi di kawasan ini berhsail mengumpukan US$ 8,2 miliar.
Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 3,5% jika dibanding tahun sebelumnya. Namun prosentase penurunan ini terbilang kecil jika dibandingkan dengan penurunan 31% di India serta 38% di Afrika.
Pertumbuhan startup pada tahun 2020 dipimpin oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang perusahaan rintisan teknologinya mencatatkan rekor investasi tahun lalu dan tumbuh masing-masing 13% dan 15%. Sementara startup China berhasil meraup dana 6% lebih banyak dari tahun sebelumnya.
Proses digitalisasi wilayah Asia Tenggara dipercepat dengan maraknya penggunaan aplikasi aplikasi e-commerce, fintech, dan transportasi.
“2020 menawarkan alasan kuat untuk menilai kembali bagaimana teknologi dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan fungsi vital masyarakat. Investasi pada transformasi digital usaha ritel, makanan, jasa finansial, dan logistik secara berurutan melonjak pada 2020. Kami melihat akan lebih banyak sektor industri yang merespon pada 2021 dan 2022,” tutur Dmitri Levit, General Partner Cento Ventures.
Cento mencatat bahwa hampir 50% dari dana yang terkumpul di Asia Tenggara pada 2020 diserap oleh perusahaan seperti PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek), PT Trinusa Travelindo (Traveloka), Grab Holdings Inc., serta Bukalapak.
Investasi sebesar lebih dari US$ 100 juta menyumbang 57% dari total investasi, sementara investasi dengan nilai antara US$ 50 juta – US$ 100 juta meningkat 26% dari tahun sebelumnya mencapai angka US$ 1,1 miliar.
Disebutkan oleh Bloomberg bahwa startup Indonesia merebut 70% dari modal yang diinvestasikan di Asia Tenggara, dengan startup Indonesia dan Singapura bersama-sama menyumbang 64% dari total jumlah kesepakatan.