Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendukung kolaborasi antara perbankan dan perusahaan teknologi finansial atau fintech yang dinilai akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional.
Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi Kementerian Keuangan Sudarto mengatakan, baik perbankan maupun fintech memiliki keunggulan masing-masing. Menurut Sudarto, fintech yang telah mendisrupsi berbagai aktivitas perekonomian termasuk sektor keuangan, perlu disikapi sebagai “enabler”, bukan sebagai kompetitor.
“Jadi perbankan sebagai industri dengan porsi terbesar di sektor keuangan, perlu berkolaobrasi dengan fintech dalam memberikan layanan keuangan atau penciptaaan produk-produk keuangan baru bagi konsumen. Kolaborasi ini justru akan memberikan manfaat bagi perbankan, fintech, dan tentunya bagi perekonomian nasional atau bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujar Sudarto dalam sebuah seminar daring di Jakarta, Kamis 10 Juni 2021.
Sudarto menyampaikan, perbankan memiliki keunggulan berupa dana yang besar dan basis data konsumen yang luas, sedangkan fintech memiliki teknologi terkini dan produk yang inovatif. Kolaborasi perbankan dan fintech dinilai akan membuat bisnis keduanya lebih efektif dan efisien.
“Namun kami juga perlu ingatkan bahwa kerja sama juga perlu dilakukan dengan tidak hanya perbankan nasional, tapi juga misalnya BPD atau BPR yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia,” kata Sudarto.
Kemenkeu juga berharap kolaborasi antara perbankan dan fintech akan bermanfaat bagi pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) atau juga dalam rangka memberikan bantuan sosial kepada masyarakat Indonesia yang kurang beruntung, baik untuk percepatan pemberian kredit atau penyalur bantuan sosial atau subsidi sehingga lebih tepat guna dan tepat sasaran.
“Tidak lupa kolaborasi tersebut juga dalam rangka mengedukasi masyarakat Indonesia untuk semakin paham sektor keuangan, sehingga akan lebih memahami fungsi intermediasi, fungsi invetasi di situ, sehingga akan memberikan multiplier effect terhadap pembangunan nasional,” ujar Sudarto.
Sudarto juga mengingatkan terkait tata kelola teknologi informasi di mana saat ini kegiatan sehari-hari masyarakat mulai beralih dari manual ke digital, sehingga keamanan siber atau cyber security perlu menjadi perhatian utama dan tidak ada toleransi untuk terjadinya tindak kejahatan digital.
Berdasarkan data Google, Temasek and Bain & Company,ekonomi digital diprediksi akan terus berkembang hingga 2025. Aktivitas berbasis internet akan semkin tinggi dan semakin memberikan nilai tambah pada perekonomian, seperti melalui e-commerce, jasa transportasi dan makanan berbasis digital, online travel, online media, dan sebagainya.
Lebih lanjut, data tersebut juga menyebutkan ekonomi digital indonesia akan mencapai 124 miliar dolar AS pada 2025. Sementara total ekonomi digital untuk enam negara peer countries yaitu Vietnam, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Indonesia, mencapai 309 miliar dolar AS. Hal itu berarti ekonomi digital Indonesia sangat berpotensi untuk berkembang karena memiliki porsi sekitar 40 persen dari total enam negara tersebut dan harus benar-benar secara bersama-sama direalisasikan.
Laporan tersebut juga memprediksi keuangan digital di Asia Tenggara akan berkembang dengan didominasi oleh digital payment sebesar 1 triliun dolar AS pada 2025. Perekembangan ekonomi digital di sektor keuangan, termasuk fintech lending, mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dari sisi pemain, pengguna , hingga aktifnya berbagai sektor industri yang mendukung pertumbuhan tersebut, baik dari segi inovasi dan tekonologi maupun pendanaan yang diberikan.
“Kami dari pemerintahan pun kita sudah menggunakan beberapa fintech untuk misalnya membayar pajak atau membayar penerimaan negara lainnya, untuk berpartisipasi misalnya ORI, kemudian juga untuk penyaluran baik itu misalnya ultra mikro kredit maupun penyaluran bansos lainnya,” ujar Sudarto.
SUMBER
(Indonesiatech)
Komentar