Dunia baru saja dihebohkan dengan kabar pemerintah Arab Saudi yang akan menghadirkan Ka’bah Masjidil Haram di Metaverse. Nama Metaverse makin dikenal luas sejak raksasa teknologi dunia Facebook mengganti nama perusahaannya menjadi Meta pada Oktober lalu.
Mark Zuckerberg menggambarkan Metaverse sebagai lingkungan virtual yang bisa dimasuki bukan hanya sekedar melihat layar. Jadi orang-orang bisa saling terhubung dan beraktivitas di dalamnya dengan menggunakan perangkat tambahan seperti VR, kacamata augmented reality (AR), hingga aplikasi smartphone.
Sementara itu, saat peluncuran proyek VR Ka’bah Masjidil Haram bulan lalu, Imam Besar Masjidil Haram, Syeikh Aburrahman Sudais mengatakan, ada banyak peninggalan sejarah dan Islam di masjid-masjid Makkah yang harus diubah dalam digital untuk kepentingan semua orang.
“Muslim akan dapat mengunjungi batu Hajar al-Aswad secara virtual berkat Metaverse,” jelasnya.
Pengumuman itu kemudian menimbulkan kontroversi. Sebab sejumlah lembaga Islam dunia menyebut Ka’bah dalam Metaverse bukanlah ibadah Haji. Salah satu pendapat muncul dari Lembaga Presidensi Urusan Keagamaan Turki (Diyanet), yang menyebut syarat ibadah adalah menyentuh lantai Makkah secara langsung.
“Ini (ibadah haji di Metaverse) tidak mungkin terjadi,” ujar Direktur Departemen Haji dan Umrah Diyanet, Remzi Bircan, Hurriyet Daily News.
“Para kaum mukmin bisa membayar untuk kunjungan ke Ka’bah di metaverse, tetapi ini tak bisa dianggap sebagai ibadah sesungguhnya,” pungkasnya.
(Indonesiatech)
Komentar