Kebijakan pendaftaran PSE (Penyelenggara Sistem Eletronik) lingkup privat oleh Kominfo berhasil membuka adab kita berdigital.
Sebagai contoh, diduga alamat kediaman sang menteri pun diposting di media sosial, kantor Kominfo nyaris dilempari botol berisi air kencing! Serta paling tidak nyambungnya, cucu Johnny Plate pun ketiban bully!
“Johan… Cucu yang lucu,” kata @johnnyplate dalam unggahan terbarunya 22 Juli 2022.
“Saya yakin pasti cucu anda sekarang membenci anda,” tulis @kocheng******
“Mgkin udah kena bully abis2an disekolahnya. Punya kakek yg kerjanya bikin susah hidup byk orang,” jawab @Jas***
Ngeriii…….karena terlihat sangatlah jelas karakter sebagian masyarakat kita yang suka gaduh, tidak peduli di ruang fisik ataupun maya. Ketimbang mencari solusinya, lebih memilih untuk menciptakan persoalan baru!
Ini menjawab ketika hasil survey Microsoft bertajuk Digital Civility Index (DCI), yang mengatakan tingkat keadaban digital masyarakat Indonesia sangat buruk (2021). Terburuk di Asia Tenggara (ASEAN)!
Dikatakan Deputi Bidang Revolusi Mental, Pemajuan Budaya, dan Prestasi Olahraga Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Didik Suhardi, 47% media digital justru dimanfaatkan untuk menyebarkan hoax dan penipuan.
“Sangat memprihatinkan. Data menyebut 47% media digital digunakan untuk hoax dan penipuan, 27% untuk ujaran kebencian, dan 13% digunakan untuk diskriminasi,”
Padahal walaupun kini era digital tidak berarti seenaknya saja di media sosial tanpa sanksi hukum. Ingat, kita memiliki UU ITE sebagai payung hukum. Artinya, ulah kebangetan warganet dapat dikategori cyberbullying, dan dapat dikenai pidana!
Dikira wajar, cyberbullying kerap terjadi di dunia maya. Kenapa wajar, mungkin menurut mereka, inilah kebebasan berpendapat, inilah demokrasi digital!
Padahal sesungguhnya, cyberbullying merupakan kategori bentuk intimidasi yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk keperluan yang disengaja, dilakukan terus menerus, dengan tujuan untuk merugikan orang lain dengan cara mengintimidasi, mengancam, menyakiti atau menghina harga diri orang lain, hingga menimbulkan permusuhan oleh seorang individu atau kelompok.
Ironis memang, di saat dunia menghendaki bergerak cepat. Tetapi cara pandang masyarakat kita cenderung sempit ketika menyingkapi sebuah perubahan dan kebijakan. Lebih memilih tinggal diam di zona nyaman, tanpa berpikir jauh ke depan. Lalu ketika kenyamanannya terusik, maka kelakuan barbar tak terbendung.
Kerennya Kominfo! Sekalipun netizen ramai menghakimi Johnny Plate, tegas Kominfo memblokir Paypal, Dota dan Steam yang hingga batas terakhir tetap keras kepala. Sehingga, Johnny Plate tetap mengeksekusi demi menjaga kedaulatan digital tanah air. Hal yang seharusnya kita lakukan untuk negeri ini sebagai bentuk bela negara.
Kita ketahui ramai dibicarakan di media sosial, ini bukan kebijakan baru. Melainkan sudah 2 tahun digaungkan. PSE berlaku sama tanpa terkecuali lokal ataupun asing, bahkan platform raksasa seperti Google, Facebook, WhatApp dan Youtube pun akhirnya tunduk pada hukum Indonesia.
Termasuk akhirnya Paypal diikuti Dota dan Steam yang ikutan mendaftar. Luarbiasanya, Paypal besar hati meminta maaf yang disampaikan melalui juru bicara PayPal, Lance John.
“PayPal berkomitmen penuh untuk mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku di mana pun kami beroperasi. Saat ini kami telah terdaftar sebagai PSE di Indonesia,” kata Juru Bicara PayPal Lance John dikutip dari Kompas.com, Rabu (3/8).
“Kami mohon maaf atas gangguan yang mungkin dialami para pengguna kami akhir pekan lalu,” ungkap John.
Adab atau etika inilah yang minus tidak kita miliki. Masyarakat kita nyaman hanya menjadi konsumen segala rupa produk luar. Termasuk platform digital sekalipun, tidak peduli apakah sudah terdaftar atau belum.
Lalu apa dampaknya jika ekosistem digital di republik ini tidak dikelola dengan baik. Bukankah ini artinya kita membiarkan atau sukarela dijajah secara digital nanti. Buktinya, kita begitu terganggu dan murka ketika beberapa platform raksasa nyaris diusir dari negeri ini.
Meski belakangan justru tidak ada persoalan dari Google dan rombongannya, termasuk PayPal sekalipun untuk mematuhi hukum di negeri ini. Kenapa? Sebab Indonesia ini memiliki potensi ekonomi digital yang besar! Kita berada di urutan keempat dunia sebagai pengguna internet terbesar!
Artinya, sangat tidak perlu kita ketakutan mengira internet kiamat di republik ini. Pendaftaran inipun bukan satu-satunya di Indonesia, hal sama juga terjadi di negara lain. Termasuk Amerika yang tegas kepada Google bahkan.
Kelakuan tengil gegara memanasnya PSE tidaklah perlu membuat kita lupa beretika. Disadari atau tidak apa yang kita lakukan di dunia digital adalah cerminan diri kita di dunia nyata. Dengan kata lain, perilaku etis akan mendukung terciptanya citra yang baik.
Singkatnya, dengan kita bersama Kominfo menjaga kedaulatan digital adalah bukti kita membela kedaulatan Indonesia. Jika bukan kita yang berdiri menjaga republik ini, lalu bagaimana negeri ini bisa terus berlangsung?
Komentar