Hoaks yang banyak beredar bisa membuat terjadinya disinformasi dan misinformasi yang akan berpengaruh pada demokrasi di ruang digital. Meski begitu, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen IKP Kominfo), Usman Kansong mengatakan, masyarakat bisa lakukan identifikasi dengan mudah melalui dua rumus, yakni pertama informasinya terlalu bagus untuk benar (too good to be true) dan terlalu buruk untuk benar (too bad to be true). Sedangkan rumus kedua, cek terlebih dahulu apakah informasi itu dimuat oleh media mainstream atau tidak, atau jika dimuat itu bersifat cek and balance.
“Jadi itu rumus ada dua bagaimana kita mengetahui suatu informasi itu hoaks atau bukan,” jelas Usman Kansong, di Jakarta, pada Kamis (13/10).
Ia memberi contoh rumus pertama, yakni terlalu bagus untuk benar, adalah ditemukannya satu obat yang bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sedangkan ungkapan kedua pada rumus pertama, contohnya adalah berita tokoh politik yang menjanjikan hal-hal yang tidak lazim atau mengada-ngada jika lawannya menang.
“Itu patut dicurigai, ternyata informasi itu hoaks setelah kita cek di media sosial misalnya,” kata Usman.
Menurutnya, Kementerian Kominfo telah melakukan berbagai langkah untuk menjaga ruang digital agar terbebas dari disinformasi dan misinformasi, antara lain literasi digital. Dalam literasi digital Kementerian Kominfo menyampaikan empat hal yakni ketrampilan digital (digital skill), etika digital (digital ethics), budaya digital (digital culture), dan keamanan digital (digital safety).
“Literasi digital perlu dilakukan, terlebih menjelang 2024, walau masih dua tahun lagi tetapi suasana sudah mulai menghangat, terutama di media sosial,” tutur Dirjen IKP.
Lebih lanjut Usman Kansong menjelaskan, pemerintah tak ragu menindak para pelaku penyebaran hoaks di ruang digital, khususnya di media sosial, melalui pemberian sanksi hukum. Langkah itu dinilai penting untuk menjaga situasi ruang digital tetap kondusif sebagai bagian dari demokrasi di ruang digital.
Mengingat Indonesia menganut prinsip kebebasan pers, bagi pers yang memuat berita hoaks, aturan yang dipakai bukan berupa sangksi hukum, melainkan hak jawab. Dia juga mengatakan pemerintah akan membentuk semacam gugus tugas (task force) yang melibatkan Kementerian Kominfo, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan komponen masyarakat lainnya untuk menjaga ruang digital. Gugus tugas itu akan melakukan patroli di ruang digital agar konten negatf penyebab pembelahan sosial di dunia nyata itu tidak tidak terjadi, karena akan mempengaruhi kestabilan ekonomi dan politik nasional.
“Kita termasuk negara satu dari sedikit negara yang ekonominya masih bagus. Inflasi negara lain sudah 80 persen, di atas dua digit. Kestabilan kondisi ekonomi dan politik dalam negeri di Jaga jangan sampai terganggu karena hoaks, terlebih mejelang pemilu. Karena itu mari kita jaga demokrasi di ruang digital,” tutup Usman.
(Indonesiatech)
Komentar