Rupiah kembali merosot melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Senin (13/2), setelah sebelumnya juga merosot cukup tajam pada pekan lalu.
Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melemah 0,2% ke Rp 15.160/US$. Depresiasi bertambah menjadi 0,46% ke Rp 15.200/US$ pada pukul 9:03 WIB.
Sepanjang pekan lalu, rupiah telah merosot 1,6%. Pelemahan tersebut sekaligus menghentikan penguatan tajam dalam 4 pekan beruntun.
Selama periode tersebut rupiah tercatat menguat hingga 4,7%, sehingga pelemahan pada pekan lalu bisa dikatakan menjadi koreksi yang wajar.
Salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah pada pekan lalu adalah pasar tenaga kerja AS yang masih sangat kuat.
Ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell pekan lalu menyatakan, suku bunga bisa naik lebih tinggi dari prediksi sebelumnya jika pasar tenaga kerja masih terus kuat atau inflasi yang kembali meninggi.
Sehingga, rilis data inflasi besok akan menentukan ekspektasi suku bunga The Fed di tahun ini. Jika kembali menurun, maka pasar akan kembali melihat suku bunga The Fed tidak akan lebih dari 5%, dan rupiah bisa kembali menguat, begitu juga sebaliknya.
Kabar baiknya, hasil polling Reuters menunjukkan inflasi AS turun menjadi 6,2% year-on-year (yoy) pada Januari, lebih rendah dari bulan sebelumnya 6,5% (yoy). Ini tentunya bisa merubah ekspektasi pelaku pasar jika terealisasi, atau lebih rendah lagi. Data inflasi AS tersebut akan menjadi kunci pergerakan rupiah pekan ini.
Gubernur BI, Perry Warjiyo sebelumnya sudah memberikan kode suku bunga tidak akan dinaikkan lagi jika tidak ada kejadian yang luar biasa.
(Indonesiatech)
Komentar