Pemerintah Indonesia dan pelaku usaha sepakat membangun rujukan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di pasar global melalui pengembangan bursa komoditas yang kredibel dan transparan di dalam negeri.
Dwi Sutoro selaku Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) menegaskan, pengembangan bursa CPO Indonesia menjadi sangat penting untuk mengukuhkan posisi Indonesia sebagai produsen terbesar sawit di dalam negeri.
“Saat ini, Indonesia masih menggunakan rujukan harga CPO dari Bursa Malaysia (MDEX) dan Bursa Rotterdam di Belanda. Dengan menggunakan bursa di luar negeri kadang memberikan dampak bagi keseimbangan penawaran dan permintaan di dalam negeri,” ujarnya di Jakarta, Jumat (3/3).
Menurutnya, saat ini di Indonesia, belum ada bursa komoditas yang mampu menggerakkan tiga fungsi yaitu price discovery atau pembentukan harga, price reference atau acuan harga dan hedging atau lindung nilai.
Untuk itu, Dwi mengusulkan kepada pemerintah supaya dapat memanfaatkan sistem perdagangan CPO yang sudah ada seperti KPBN (PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara).
Ia menjelaskan, bursa CPO idealnya mempunyai tiga fungsi yakni “price discovery” (pembentukan harga), “price reference” (acuan harga) dan “hedging” (lindung nilai), dari sebuah proses yang fair, efisien, transparan, dan terpercaya.
“Gagasan membangun tata niaga komoditi CPO Indonesia melalui pengembangan bursa CPO Indonesia ini harus didukung dan diskusikan sebagai tahapan untuk membuat Indonesia menjadi barometer sawit dunia,” ujarnya dalam Seminar Sawit Indonesia, Strategi Indonesia Menjadi Harga CPO Dunia.
Dwi menambahkan, keterlibatan pemerintah, BUMN dan swasta diharapkan bisa menciptakan sinergi yang positif dalam mendesain tata niaga sawit Indonesia yang adil, efisien, transparan, dan terpercaya.
(Indonesiatech)
Komentar