Pasca Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres mereka pada kontestasi mendatang, seketika saja kader-kader partai itu diserang. Termasuk di sini adalah Menteri Kominfo, Johny P{late. Bersama beberapa kader Nasdem lainnya yang mengisi kabinet saat ini, beliau diuji betul ketangguhannya.
Plate, sebagai Sekjend Nasdem tidak saja terkait kebijakannya yang disorot seolah minus oleh segelintir orang, namun juga diserang secara hukum. Dugaan mark up anggaran di BAKTI-lah pintu masuknya.
Sebagai pejabat yang tak kebal di hadapan hukum, Plate pun menyanggupi pemanggilan kejaksaan untuk diperiksa. Tidak hanya itu, saudara kandungnya pula ikut-ikutan diselidiki keterlibatannya.
Tapi, Plate bersikeras bahwa dirinya tak ada kaitan apapun dengan kasus yang lagi disorot tersebut. Namun, namanya juga kasus ini bermotifkan politis, tetap saja namanya disangkuit-sangkutkan. Terlibat atau tidak, setidaknya panggilan kejaksaan terhadapnya telah menimbulkan kesan untukmasyarakat seolah dia benar terlibat.
Di sinilah karakter kenegarawanan seorang Johnny Plate diuji. Nyatanya beliau tetap bekerja dengan tenang, hadapi pemanggilan kejaksaan juga dengan taat.
Bukti bahwa beliau masih bekerja dengan tenang karena yakin tak bersalah bisa dilihat dari konsistensinya menerapkanASO.
ASO yang melaksanakan amanat UU namun dijadikan bahan politis oleh pengusaha media dan sekaligus politikus, HT. Pembangkangan yang menyulitkan, namun malah dikatakan sebagai melanggar nasionalisme. Perubahan UU ITE yang sangat penting karena pemberlakuan UU KUHP 2023. Toh sudah memakan banyak sekali korban. Belum lagi kepentingan partai yang suka atau tidak juga terimbas oleh dinamika politik yang ada.
KTP digital jelas memerlukan jaringan internet yang stabil. Padahal masih banyak kawasan di Indonesia, terutama 3T yang masin belum bisa mengakses internet dengan lancar. Pada sisi lain, Johnny Plate tentu tidak mudah, karena sedang dalam penegakkan hukum di Kejagung dengan kasus yang melibatkan proyek ini. Simalakama tentu saja.
Publisher Right, peraturan penerbitan, sehingga produk jurnalistik dan media konfensional tetap bisa bersaing dan hidup di tengah gencarnya platform digital. Johnny Plate menyatakan, dengan Rancangan Publisher Right ini menjaga yang sudah ada, konfensional itu tetap mampu bersaing dan berjalan bersama dengan kemajuan teknologi. Kedua-duanya bermangfaat bagi publik.
Negara-negara lain juga sudah mulai menerapkan aturan ini. Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Australia. Johnny Plate mengatakan, bahwa media dan industri yang bergerak di dunia media, pada masa lalu atau konvensional, tetap harus hidup dan bersinergi dengan dunia media digital.
Belum lagi jika bicara mengenai pembangunan BTS di daerah-daerah tertinggal, terluar, dan terdepan dari negeri ini, pekerjaan rumah yang masih demikian banyak, namun suka atau tidak, jelas terkendala dengan kasus dan perpolitikan yang menyulitkan.
Tetap menggeber pembangunan BTS dan juga jaringan 4 G, susah juga, karena sedang dalam penanganan penegakan hukum. Padahal negara juga sangat menghendaki digitalisasi di segala lini untuk menguatkan sistem transparansi dalam pelayanan negara pada masyarakat.
Sikap curiga, sebagaimana dalam pelaksanaan ASO dan migrasi televisi digital dari televisi analog jelas menyulitkan gerak Johnny Plate. Perbedaan afiliasi dan calon untuk 24 makin menyudutkan keadaannya. Konsekuensi logis atas demokrasi dan juga dunia digital yang makin murah, mudah, dan cepat diakses masyarakat ya seperti ini.
Komentar