Total nilai pembiayaan Investree, salah satu platform Financial Technology (Fintech) bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) mencapai Rp 10 triliun. Investree pun terus fokus memfasilitasi kebutuhan modal kerja bagi UKM.
“Sampai saat ini kami sudah memfasilitasi hingga Rp10 triliun yang terdiri dari ribuan UKM,” ujar CEO & Co-Founder Investree Adrian Gunadi.
Dia mengatakan, pada tahun 2020 lalu Investree tumbuh hampir 30 persen. Menurut Adrian, di kala pandemi terjadi trend adopsi digital yang lebih tinggi termasuk akses pendanaan modal kerja bagi UKM, dimana fintech jadi alternatif solusi. “Hingga pertumbuhan 30 persen kami nikmati di tahun 2020,” katanya.
Dia yakin, tren kedepannya juga akan semakin banyak dan besar UKM untuk menggunakan alternatif pendanaan diluar dari pebankan dan lembaga keuangan lainnya. Adrian memaparkan, di tengah pendemi ada beberapa sektor UKM yang terus meningkat, yakni UKM kaitan dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah, baik pusat maupun daerah. Kedua UKM yang banyak menjual barang dan jasa di sektor telekomunikasi.
Dan ketiga penyedia alat kesehatan, misal masker. Terakhir kaitan dengan pengiriman logistik. Karena banyak pembatasan, barang lebih banyak dikirim. “Hingga saat ini semuanya masih menunjukkan tren yang positif. Hal itu juga sesuai dengan segmen pasar yang kita bidik di 2021,” katanya.
Adrian mengatakan, Investree juga tidak hanya menyasar yang segmen UKM yang sudah memiliki bahan hukum. Tapi juga mensupport UKM yang masih berbentuk individu bisa dibilang usaha mikro. Untuk itu pihaknya berkolaborasi dengan e-commerce, misal dengan Bli-bli. Untuk di Jawa Tengah Investree bekerja sama dengan Gramindo untuk memfasilitasi sekitar 2.000 Ibu-ibu pengusaha mikro. “Kita membantu proses digitalisasi. Jumlah pinjaman nya juga sekitar 2-3 juta,” katanya.
VP Sales Regional Java Investree Shareang Kusuma menambahkan, saat pandemi untuk Jawa Tengah Investree berhasil melakukan pencairan pinjaman hingga Rp500 miliar. Adapun di Jawa Timur mencairkan lebih Rp70 miliar.
Dia pun menargetkan pertumbuhan untuk dua wilayah tersebut 40-50 persen pada tahun ini yang jika nominal mencapai Rp 700 miliar. Apalagi, tahun ini ada beberapa sektor usaha yang kembali menggeliat. Kalau di Jawa Timur yang kembali meningkat industri makanan terutama untuk ekspor. Adapun Jawa Tengah meningkat di sektor packaging, transportasi, dan alat kesehatan.
“Jawa Tengah kami sudah ada sejak 2017 lalu, sedang Jawa Timur, kami baru masuk tahun 2020 lalu. Jadi masih sangat luas,” ujarnya.
SUMBER
(Indonesiatech)
Komentar