Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate menegaskan, gangguan jaringan telekomunikasi Biak-Jayapura tidak menyebabkan Papua mengalami total blackout. Menurut Menteri Johnny, gangguan tersebut hanya berdampak sepertiga dari total traffic normal sistem komunikasi di seluruh Papua.
Gangguan jaringan telekomunikasi tersebut disebabkan putusnya Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) ruas Biak-Jayapura. Saat ini, PT Telkom tengah menangani dan memulihkan jaringan di wilayah terdampak.
“Saya perlu tekankan ini karena ada kesan seolah-olah putusnya kabel tersebut mengakibatkan total black out di Papua, tidak betul. Yang betul terdampak pada 154 Gbps dari total traffic di Papua 464 Gbps,” ujar Menteri Johnny dalam Konferensi Pers di Ruang Media Center Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin (07/06/2021).
Menteri Johnny menjelaskan area atau daerah yang terdampak gangguan tersebut terjadi hanya di 4 titik, yakni Kota Jayapura, Abepura, Sentani, dan Sarmi. Gangguan terjadi pada Jumat, 30 April 2021 pukul 19.40 WIB atau pukul 21.40 WIT akibat putusnya kabel laut ruas Biak-Jayapura.
“Tepatnya pada posisi 280 kilometer dari kota Biak dengan kedalaman 4.050 meter di bawah permukaan laut (Mdpl),” ungkapnya.
Menurut Menteri Johnny, berdasarkan hasil pengamatan, gangguan infrastruktur telekomunikasi tersebut disebabkan karena faktor alam. Apalagi, putusnya SKKL di wilayah tersebut bukan pertama kali terjadi, tetapi sudah 5 kali terjadi dan penyebab utamanya adalah faktor alam.
“Empat kejadian sebelumnya diakibatkan oleh faktor alam, dan satu akibat dari alat bantu penangkapan ikan. Sehingga, dapat kami simpulkan sementara sebelum nanti keputusan atau evaluasi akhir disampaikan kepada media, yaitu potensi diakibatkan oleh faktor alam,” tandasnya.
Siapkan untuk PON Papua
Guna mengatasi dan menanggulangi kejadian tersebut, Menteri Johnny menegaskan Kementerian Kominfo telah melakukan koordinasi secara terus menerus dengan PT Telkom dalam upaya penanganan dan pemulihan jaringan di wilayah terdampak.
“Berdasarkan informasi yang kami peroleh, kapasitas backup yang tersedia seluruhnya sebesar 4,7 Gbps. Sekali lagi, yang terdampak 154 kapasitas backup seluruhnya 4,7 Gbps,” tandasnya.
Kapasitas 4,7 Gbps itu ditunjang dari pemanfaatan link satelit sebesar 2.662 Mbps, radio long haul Palapa Ring Timur 500 Mbps atau setengah Gbps, dan radio long haul Sarmi-Biak 1,6 Mbps atau 1,6 Gbps. Sedangkan untuk mengamankan kualitas link pada saat proses penyambungan, PT Telkom juga menyediakan backup link, khususnya untuk wilayah Manokwari dan Biak sebesar 40 Gbps melalui Palapa Ring Timur.
“Dengan demikian, harusnya kita pahami bahwa gangguan akibat terputusnya fiber optik itu 154 Gbps dan tersedia hanya 4,7 standby atau backup kapasitas. Sehingga belum memungkinkan pemulihan menyeluruh layanan telekomunikasi di wilayah 4 titik tersebut tekanannya di dasar laut,” jelas Menkominfo.
Menteri Johnny mengakui untuk menanggulangi dan mengatasi gangguan telekomunikasi di kawasan itu, membutuhkan peralatan khusus yaitu penggelaran kabel melalui kapal. Sementara Indonesia hanya memiliki 4 kapal yang memungkinkan mampu melakukan penggelaran kabel bawah laut.
“Dua diantaranya tidak berfungsi, satu sedang melakukan overhaul dan maintenance, dan hanya tersisa satu kapal, dan saat ini satu kapal itulah yang digunakan oleh PT. Telkom untuk menggelar, mengangkat kabel yang terputus, dan menyambung kabelnya, dilakukan di wilayah timur ke arah barat,” tuturnya.
Menkominfo berharap pemulihan layanan atau selesainya penyambungan kabel bawah laut itu dapat dilakukan secepatnya. Meskipun pada awal bulan Mei lalu, Kementerian Kominfo telah menyampaikan perkiraan sekitar minggu pertama bulan Mei. Bahkan PT. Telkom juga menyebutkan seharusnya pemulihan layanan sudah selesai, namun terkendala cuaca yang buruk di laut sekitar wilayah terputusnya kabel.
“Operasi pemulihan pun masih membutuhkan waktu, tetapi kami berharap PT Telkom dapat menyelesaikan persoalan tersebut paling lambat dalam kurun waktu satu minggu ke depan. Setidaknya di bulan ini pemulihan operasi ke kapasitas semula bisa dilakukan,” imbuh Menteri Johnny.
Menurut Menteri Johnny, PT. Telkom Indonesia sebetulnya telah menyiapkan rute-rute backup. Namun, akibat kondisi alam, permasalahan yang sama kembali terjadi. Bahkan, sebagai langkah mitigasi, PT Telkom telah menyiapkan rute di wilayah utara, yaitu dari Biak sampai sekitar Sorong sepanjang lebih dari 1.100 kilo meter kabel atau 1.141 km panjang kabel bawah laut. Rute itu telah dimulai pembangunannya sejak tahun 2020, dan diharapkan selesai pada kuartal pertama tahun 2022.
“Jadi nanti di Papua ada 3 rute mencakup rute selatan, rute tengah dan rute utara. Sehingga ada transmisi data dari wilayah barat ke Papua dan dari Papua ke wilayah barat Indonesia,” jelasnya.
Lebih lanjut, Menteri Johnny mengatakan pemulihan kabel laut tersebut juga nantinya memberikan dukungan telekomunikasi pada saat penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON). Pasalnya, proses pemulihannya sendiri sudah selesai dan akan ada koordinasi lintas operator seluler dengan kementerian Kominfo dalam rangka memberikan dukungan tersedianya bandwidth yang cukup untuk penyelenggaraan PON di Papua.
“Kami harapkan agar penggelaran fiber optik ini bisa selesai sehingga dukungan untuk transmisi data ke dan dari Papua bisa berlangsung dengan baik. Di saat yang bersamaan, pembangunan the last mile, BTS (Base Transceiver Station) oleh Kominfo di Papua akan dilakukan di tahun 2021 dan 2022 nanti untuk keseluruhan wilayah Papua. Kami berharap, bahwa sekitar 5000 BTS dapat digelar di Papua dan siap untuk melayani masyarakat di akhir tahun 2022 nanti,” terang Menteri Johnny.
Langkah Mitigasi
Direktur Utama Telkom Indonesia Ririek Adriansyah menjelaskan kendala teknis terputusnya kabel laut ruas Biak-Jayapuran. Menurut Ririek, pihaknya telah menyediakan backup secara bertahap untuk mengatasi masalah tersebut.
“Sebenarnya backup kita sediakan bertahap, karena yang namanya satelit kapasitasnya tidak sebesar fiber optik, sehingga tidak mungkin backup-nya ini menggunakan satelit dan microwave bisa sebesar yang aslinya, 154 (Gbps) tadi,” ujar dia.
Menurut Ririek, backup yang telah disiapkan itu masih untuk mengaktifkan layanan voice (suara) yang langsung tercover pada tanggal 30 April lalu sekitar pukul 22.30 WIB.
“Selanjutnya, kita upaya menambah kapasitas backup dengan mengaktifkan lagi di satelit maupun di microwave dan juga ada fiber optik. Sehingga pada tanggal 17 Mei itu menjadi 4,7 gigabyte, seluruh layanan sebetulnya sudah recover tapi kapasitas atau speed belum kembali normal karena keterbatasan kapasitas backup yang hanya 4,7 giga,” jelasnya.
Mengenai kapal yang digunakan untuk proses penyambungan kembali kabel bawa laut mengalami keterlambatan, Ririek menyatakan, sejak SKKL ruas Biak-Jayapura itu terputus pada tanggal 30 April, kapal baru bisa beroperasi di awal Juni.
“Antara tanggal 1 sampai 18 Mei, kami melakukan pengurusan dan persiapan kapal yang juga harus berangkat dari titik awal keberadaannya menuju Makassar. Karena di Makassar lah kita tempat menyimpan untuk sper kabelnya, termasuk penyiapan awak dan sebagainya. Kemudian, tim diberangkatkan menuju Makassar, lalu kapal diberangkatkan pada tanggal 19 Mei menuju Jayapura. Jadi baru sampai di Jayapura akhir Mei, kemudian akhir Mei sampai hari ini adalah proses penyiapan untuk penyambungannya,” pungkas Ririek.
(Indonesiatech)
Komentar